Langsung ke konten utama

Virus Wuhan: globalisasi jadi lokalisasi


Virus Wuhan (Corona) ini benar-benar membuat dunia siaga. Bukan hanya China dan sekitarnya, tapi secara global. Lalu secara ekonomi, dampak ini mulai terasa.

Pertama, pembatasan akses travelling. Beberapa negara telah membatasi akses dari daerah China, dan mungkin dari beberapa negara yang akan menjadi negara epidemik. Dampak pembatasan dari dan ke China saja telah menekan ekonomi, karena warga China terkenal sangat tinggi mobilitasnya.

Dan ini tentu saja juga mempengaruhi jadwal event dari seluruh dunia, dimana selama ini pemerintah China memberikan dukungan luar biasa kepada industrinya untuk berkembang, masuk ke berbagai negara.

Pembatasan akses travel ini jelas akan memukul industri pariwisata Indonesia, yang selama ini telah menjalin kerjasama menerima kunjungan wisatawan China.

Lalu apa reaksi kita? Gerakan industri pariwisata lokal. Pariwisata lokal tetap memilki potensi. Jumlah traveller muda Indonesia sangat tinggi, arahkan mereka untuk mengunjungi berbagai tempat pariwisata di negeri sendiri. Buat kebijakan agar mendukung para wisatawan lokal ini betah dalam waktu lama. Dan sangat penting membuat mereka nyaman, memviralkannya di sosial media dan membuat rekan dan banyak orang datang pada akhirnya.

Kedua, pembatasan import dan tentu saja export ke negara terdampak, khususnya China. China selain menjadi pusat import bagi Indonesia, juga merupakan pusat export, khususnya produk-produk tertentu.

Maka pemerintah kita harus mengusahakan agar produksi lokal, yang selama ini diexport ke China dan sekitarnya, bisa diupayakan dikonsumsi, digunakan secara lokal. Salah satunya misalnya manggis, yang selama ini diexport ke China, sekarang tertutup, maka harusnya bisa digunakan untuk digunakan di Indonesa.

Ketiga, produk lokal harus segera mengambil manfaat, mengembangkan produk dan marketnya. Akibat pembatasan barang import, khususnya barang yang dianggap mungkin menjadi carrier virus, maka kesempatan untuk industri kita untuk berkembang. Kemampuan industri, khususnya industri kecil menengah harus bisa mengambil potensi ini. Keran import yang terkontrol mungkin tidak akan kita temui lagi, maka dalam waktu yang ada, bisa 1-2 tahun harus segera bangkit dan menguasai pasar.

Keempat, ini yang penting. Menghargai produk lokal, produk Indonesia. Peluang ini bisa digunakan secara positif untuk memaksimalkan potensi mencintai produk Indonesia. Jumlah entrepreneur Indonesia memang hanya 3%, tapi kita punya market besar, dan sebagian besar, selama ini belum teredukasi baik untuk mencintai produk dalam negeri. Biarkan target pemerintah terkait investasi (baca: import) dari luar. Kita tetap bangkit berusaha mencintai produk dalam negeri.

Virus Wuhan bukan segalanya, tapi tetap kita bisa mengambil hal positif darinya.
su

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka