Langsung ke konten utama

Oracle berikan enam prediksi cloud bagi dunia TI



 Momentum bagi teknologi cloud bukanlah hal baru: Yang berbeda sekarang adalah banyak perusahaan menyadari bahwa tidak ada satu pun penyedia cloud yang "pasti" di masa mendatang.

Sebaliknya, mereka selalu menginginkan tipe layanan cloud terbaik untuk setiap beban kerja utama mereka. Jika penyedia layanan Cloud A terbaik untuk aplikasi produktivitas desktop dan penyedia layanan, Cloud B unggul dalam basis data berbasis server, maka A dan B akan menjadi yang terbaik di bidangnya masing-masing.

Memasuki tahun 2023, sebagian besar perusahaan tidak hanya ingin memilih public cloud, tetapi mereka juga ingin mendapatkan berbagai pilihan layanan yang pada akhirnya mereka dapat mengatur penerapan berbagai beban kerja di infrastruktur cloud mereka sendiri.

Diperkirakan, pasar komputasi cloud yang sudah sangat besar masih akan terus berkembang.

Pada April 2022, Gartner memperkirakan bahwa total pengeluaran untuk layanan public cloud di seluruh dunia akan tumbuh 20,4% tahun ini menjadi US$494,7 miliar, naik dari US$410,9 miliar pada tahun 2021. Tahun ini, diperkirakan akan mencapai hampir US$600 miliar.

Di Indonesia, teknologi cloud computing kini telah menjadi bagian penting dari proses bisnis pada sebuah perusahaan. Survei yang dilakukan IDC menemukan bahwa sebanyak 81 persen organisasi di Indonesia diprediksi akan menggunakan teknologi cloud dalam 12 bulan ke depan. Angka tersebut menunjukkan peningkatan penggunaan layanan cloud yang lebih tinggi dari rata-rata secara regional.

Melihat pentingnya cloud saat ini, Oracle telah memberi peringkat enam prediksi TI teratas:

1. Multi-cloud adalah sebuah realita baru

Perusahaan akan mengadopsi public cloud terbaik untuk setiap beban kerja utama mereka, dan penerapannya akan terus tumbuh di masa mendatang.

Bahkan industri yang selalu ingin menghindari resiko seperti layanan keuangan akan menggunakan lebih dari satu layanan cloud. Selain itu, regulator juga mendukung inisiatif tersebut. Misalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), merekomendasikan lembaga keuangan untuk menempatkan data yang berkatikan dengan aktivitas publik dan bersifat rahasia dalam sistem manajemen cloud sehingga lebih efisien dan aman.

Secara virtual, hampir seluruh lembaga keuangan besar sekarang menggunakan lebih dari satu platform cloud dalam hal aplikasi dan infrastruktur dan kebutuhan akan layanan multiple cloud ini akan terus tumbuh.

Beberapa penyedia cloud memfasilitasi tren ini dengan menempatkan fasilitas cloud mereka berdekatan untuk meminimalkan latensi. Hal ini memastikan bahwa pelanggan yang menggunakan layanan dari kedua penyedia mendapatkan waktu respons yang cepat.

Oracle Interconnect for Azure, misalnya, membantu perusahaan seperti IntegraLife Sciences dan Mestec menjalankan beberapa aplikasi di kedua cloud tersebut.

2. Bisnis Menuntut Pilihan yang Tepat

Penggunaan istilah "hybrid", atau sekarang lebih dikenal dengan “distributed” cloud juga mulai populer. Pada layanan ini perusahaan dapat menjalankan beban kerja di luar public cloud dan lainnya di pusat data yang dikendalikan perusahaan. Ini biasanya dilakukan untuk kepatuhan, peraturan, kinerja, atau alasan lainnya.

Perpaduan ini tepat digunakan bagi perusahaan yang harus memisahkan data perusahaan dan/atau pelanggan, tetapi juga ingin tetap melakukan proses data analitik ataupun menaikkan beban kerja yang intensif ke public cloud sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi perpaduan ini dinilai cukup rumit karena organisasi harus dengan hati-hati menyeimbangkan teknologi yang diterapkan di infrastruktur cloud seperti on-premises, private, dan public cloud. Skenario distributed cloud saat ini harus dirancang dengan hati-hati untuk memastikan interoperabilitas dan tata kelola yang baik sejak awal.

Kesimpulannya adalah bahwa para penyedia layanan cloud harus dapat memenuhi tuntutan bisnis dan peraturan dari pemerintah dibandingkan menyarankan untuk melakukan migrasi data dan aplikasi hanya kepada penyedia layanan cloud tertentu.

3. Semua Orang Menginginkan Cloud Yang Berdaulat

Teknologi cloud yang modern kini hadir lebih dari satu layanan dan ukuran karena banyak negara dan wilayah yang membutuhkan layanan cloud sesuai dengan kebutuhan. Banyak dari negara tersebut memiliki aturan kedaulatan data yang mengamanatkan bahwa data disimpan dan diproses di dalam negeri, bukan dikirim ke AS atau kota di luar perbatasan mereka. Model lama menempatkan satu pusat data cloud di suatu wilayah untuk melayani banyak negara menjadi usang.

Penyedia cloud harus bersedia menunjukkan bahwa mereka mematuhi semua undang-undang dan peraturan keamanan setempat yang relevan. Negara dan daerah yang harus menyimpan data di geografi tertentu harus memastikan cloud pilihan mereka dapat mengakomodasi persyaratan utama tersebut.

4. Organisasi harus Mengadopsi HCM Berbasis Cloud Untuk Memitigasi Efek Ketidakpastian

Tahun 2020 terbukti sebagai tahun yang rumit untuk unit bisnis manajemen personalia. 
Perusahaan yang mengakomodasi perpindahan besar-besaran ke pekerjaan jarak jauh yang dipicu oleh pandemi dan kesenjangan keterampilan yang diciptakan oleh pemutusan kerja besar-besaran. Faktor-faktor ini didukung juga oleh permintaan pelatihan yang lebih cepat untuk menanggapi perubahan pasar yang merupakan tantangan besar yang dapat dibantu oleh HCM berbasis cloud.

Demikian pula, bisnis harus terus menawarkan pengalaman yang sama kepada mereka yang bekerja jarak jauh paruh waktu atau penuh waktu seperti mereka yang selalu berada di lokasi. Tuntutan akan fleksibilitas tempat kerja tidak akan surut dengan adanya pandemi.

Sekali lagi, HCM berbasis cloud yang dilengkapi dengan AI, sangat membantu. Dengan mengotomatiskan beban kerja umum yang sangat memakan waktu, sistem ini membuat perekrutan baru menjadi lebih cepat dan mudah. Asisten digital berkemampuan AI mengumpulkan data dari karyawan, lalu menafsirkan dan menjawab pertanyaan menggunakan pemrosesan bahasa alami (NLP).

Chatbots ini mempercepat tugas-tugas umum, meminimalkan panggilan dan email ke profesional SDM. Lebih baik lagi, asisten tetap berguna selama masa kerja karyawan dengan membimbing orang melalui permintaan peralatan, pelaporan pengeluaran, dan tugas lainnya.

Kabar baik untuk para karyawan yang tidak keberatan bekerja dengan AI, menurut studi global Oracle AI@Work tahun lalu. Penelitian menemukan bahwa 82% dari lebih dari 14.500 responden merasa robot dapat mendukung karir mereka lebih baik daripada manusia karena robot memberikan rekomendasi yang tidak memihak.

Secara keseluruhan, penggunaan teknologi yang cerdas untuk HCM telah membantu bisnis dengan meningkatkan produktivitas; biaya administrasi yang lebih rendah; mengelola tingkat staf dengan lebih baik; dan meningkatkan retensi bakat—dimana semua meja dipertaruhkan untuk masa-masa sulit.

5. Perusahaan Akan Mendemokratisasi Akses dan Data Analitik Mereka

Bisnis sudah menguasai data—data mengenai penjualan produk, distribusi, inventaris, manufaktur, dan semua operasional mereka. Tetapi mungkin ada data yang tidak digunakan, sehingga menjadi tidak berguna. Tantangan akan muncul untuk membuat data tersebut lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang. Oleh karena itu, Teknologi AI seperti pembelajaran mesin (ML) telah disematkan ke dalam sistem perusahaan untuk meletakkan dasar bagi demokratisasi data ini.

Untuk mendorong proses tersebut lebih lanjut, perusahaan harus menggunakan "augmented analytics" untuk membuat data agar dapat dipahami oleh “manusia biasa", yaitu, pelaku bisnis dan bukan hanya ilmuwan data yang dapat membuat dan menguji model, hal Ini sangat penting, karena data ilmuwan biasanya sangat langka dan karenanya menjadi mahal. Di sisi lain, mereka seringkali kurang mengetahui tentang bisnis inti perusahaan daripada manajer lini bisnis.

Analisis yang cepat dan mudah diakses ke data terkait dapat secara drastis meningkatkan performa dalam aplikasi, salah satu contohnya mulai dari mobil Formula 1 dan balap, perahu layar SailGP hingga deteksi penipuan, kebutuhan akan akses data real-time akan menjadi pendorong utama lainnya di masa mendatang.

6. Bisnis Perlu Mengutamakan Kepentingan Lingkungan Sosial dan Tata Kelola (ESG)

Saat kekhawatiran tentang lingkungan meningkat, konsumen ingin mengetahui bagaimana produk dan layanan diperoleh, diproduksi, dan dikirim, sehingga semakin banyak yang ingin berbisnis dengan perusahaan dengan nilai-nilai lingkungan sosial dan tata kelola (ESG) yang kuat. Perusahaan yang cerdas harus dapat menghadapi tantangan dengan tindakan, bukan sekadar basa-basi.

Penelitian menunjukkan bahwa seluruh rantai pasokan harus dipertimbangkan dalam menghitung dampak perusahaan terhadap lingkungan karena diperkirakan 90% emisi rumah kaca perusahaan berasal dari rantai pasokannya.

Perusahaan perlu mengatasi rantai pasokan untuk meningkatkan kesejahteraan finansial mereka. Selain dari 90% stat gas rumah kaca, rantai pasokan perusahaan juga menghasilkan antara 50% hingga 70% dari biaya operasinya, menurut laporan EY Supply Chain Sustainability 2022. Penelitian ini mencatat bahwa: “Di luar penghindaran risiko dan kepatuhan, organisasi sedang mencari cara untuk menciptakan nilai jangka panjang dengan menanamkan keberlanjutan ke dalam operasi rantai pasokan.”

Selain manfaat lainnya, perpindahan besar-besaran ke komputasi awan dapat membantu iklim. IDC memperkirakan bahwa adopsi cloud yang tersebar luas dapat mencegah emisi lebih dari 1 miliar metrik ton karbon dioksida antara tahun 2021 dan 2024.

Akhir kata, menuju ke pertengahan hingga akhir 2020-an, pelanggan menginginkan teknologi yang akan membantu mereka mengelola biaya, meningkatkan pendapatan, dan mereka menginginkan berbagai macam pilihan dalam cara penerapan teknologi tersebut. Tak perlu dikatakan lebih jauh, mereka akan memprioritaskan penyedia cloud yang memfasilitasi, bukan yang menghalangi, bagaimana mereka ingin menjalankan beban kerja cloud mereka, kata Rusly Askar, Senior Country Director, Cloud Platform, Oracle Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka