Langsung ke konten utama

Andalkan Anak Usaha, Bisnis Saratoga Mirip Berkshire Hathaway

 


PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mengandalkan anak perusahaan sehingga model bisnisnya bisa dikatakan mirip perusahaan investasi Berkshire Hathaway milik investor asal Amerika Serikat (AS) Warren Buffett.

“Kalau melihat Berkshire Hathaway, kami juga mirip. Saham Berkshire Hathaway di Apple tidak sampai 5%, di Coca-Cola dan American Express, juga demikian. Selama prospek bisnisnya bagus, manajemen dan mitranya bagus, kami bisa bekerja sama, kami masuk,” ungkap Presiden Direktur PT Saratoga Investama Sedaya Tbk Michael Soeryadjaya, saat berdiskusi dengan sejumlah pemimpin redaksi di Jakarta, 

Adapun Saratoga memilih perusahaan di sektor yang bertumbuh, yakni energi, infrastruktur telekomunikasi, logistik, kesehatan, dan digital. Energi yang dikembangkan tidak hanya batu bara, tapi juga energi baru terbarukan (EBT). “Sektor usaha yang kami masuki masih oke,” 

Menurut dia, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, permintaan terhadap energi, telekomunikasi, kesehatan, dan layanan logistik akan makin besar. Dia yakin, ekonomi Indonesia akan membaik karena pemerintah cukup tepat dan serius membangun fondasi pembangunan ekonomi.

Ke depan, kata Michael, Saratoga membidik perusahaan yang memiliki prospek cerah di bidang energi terbarukan. Tidak perlu mayoritas. Sebab memiliki saham 7%-8% di perusahaan energi terbarukan sudah bagus. Saat ini, kepemilikan Saratoga kebanyakan di bawah 7%. Namun Saratoga masuk bersama rekan bisnis.

“Di Adaro, misalnya Pak Boy, Keluarga Pak TP Rahmat kita 60%, di Tower Bersama dengan partner kita juga sekitar 60%. Jadi, bukan kami harus mayoritas, tapi selama partner kami merupakan orang-orang dengan filosofi yang mirip dan investasi mereka longterm, kami oke,” papar Michael.

Saratoga sudah sejak lama memasuki bisnis renewable energy. Terakhir, emiten berkode saham SRTG ini turut membangun proyek geotermal PLTP Sarulla. “Kalau tidak salah itu geotermal baru. Saat itu, belum ada yang besar. Kami mulai sejak tahun 2012, joint dengan Medco, fifthy-fifthy. Sekarang PLTP itu sudah produksi sekitar 300 MW,” paparnya.

Namun, dia menyayangkan bahwa mencari proyek renewable energy yang besar dan skala komersialnya menarik, tergolong sulit.

Sejak tahun 2016 sampai sekarang, proyek-proyek baru di bidang renewable energy yang dimasuki Saratoga belum banyak. Pihaknya akan terus mencari peluang. Semua negara berlomba mengembangkan energi terbarukan, apalagi harga solar panel semakin rendah.

“Hanya saja, 2 tahun ini banyak hujan dan mendung. Beda dengan di California, Arab Saudi, dan Tiongkok. Di sana, kadang-kadang harga solar energi sama dengan batu bara, kadang-kadang malah lebih murah,” jelasnya.

Saratoga lewat Adaro akan membangun energi terbarukan di Kalimantan Utara. Ada PLTA dalam skala besar. Selain itu, Adaro membangun pabrik smelter nikel dan pabrik baterai. Michael mengakui, dalam dua tahun terakhir, pihaknya tidak terlalu agresif membangun bisnis digital. “Kami berusaha masuk ke perusahaan digital yang real. Itu mungkin by design karena kami kepingin. Tapi, valuasinya sangat tinggi,” tuturnya.

Sumber: https://www.beritasatu.com/ekonomi/1019057/andalkan-anak-usaha-bisnis-saratoga-mirip-berkshire-hathaway

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka