Langsung ke konten utama

OJK Beri Stimulus Kredit ke UMKM, Asosiasi: Tidak Laku

Aktivitas as di Trasty Handicraft, Kota Semarang, salah satu UMKM binaan Pertamina MOR IV. Tahun ini Pertamina menggelontorkan dana kemitraan senilai Rp 4,95 milar untuk memperkuat UMKM di wilayah Jawa Tengah dan DIY, termasuk untuk UMKM tersebut.(Istimewa) (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Akumindo) menilai, stimulus kredit yang akan diberikan perbankan kepada pelaku UMKM, hanya sesaat dan tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi saat ini.Ketua Umum Akumindo, Ikhsan Ingratubun, mengatakan, stimulus maupun insentif hanya sekadar agar UMKM memiliki dana dan bisa terus melakukan kegiatan produksi.   "Stimulus itu hanya sesaat. Tidak laku dan tidak akan berdampak pada perbaikan UMKM," kata Ikhsan saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (14/3).
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan aturan agar perbankan bisa memberikan relaksasi kredit kepada UMKM. Relaksasi berupa kemudahan restrukturisasi dari perbankan hingga penundaan pembayaran pokok maupun bungan pinjaman kredit.
Ikhsan mengatakan, kebijakan itu sama sekali tidak menyentuh masalah fundamental yang dialami UMKM akibat virus corona. Ia menyebut, hampir seluruh sektor usaha UMKM mengalami penurunan permintaan di dalam negeri. Sementara, produk UMKM Indonesia masih kurang berdaya saing untuk bisa menembus pasar global.
Di saat yang bersamaan, masyarakat Indonesia sudah terlalu lama dimanjakan oleh produk-produk impor. Ketika akan melakukan peralihan dari produk impor ke produk dalam negeri, UMKM kesulitan memenuhi permintaan lantaran bahan baku produksi kebanyakan didatangkan dari Cina.
"Ini masalah fundamental UMKM yang belum disentuh. Ini sekaligus teguran untuk pemerintah karena membiasakan masyarakat sejak lama untuk konsumtif terhadap produk impor," kata Ikhsan.
Menurut Ikhsan, langkah yang bisa dilakukan saat ini adalah dengan memprioritaskan penggunaan produk lokal. Minimal, untuk pengadaan barang dan jasa yang dilakukan lembaga pemerintah. Ia menuturkan, sistem e-catalog dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah masih banyak diisi oleh produk-produk impor dari Cina.
"Kita semua harus mulai dengan kebijakan yang fundamental. Barang-barang impor masih mendominasi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ciptakan dulu pasar untuk UMKM kita karena itu fundamentalnya," kata Ikhsan.
Ikhsan menegaskan, UMKM masih membutuhkan kebijakan yang konkret dari pemerintah dalam menyikapi dampak negatif dari virus corona. Sebatas stimulus fiskal, tidak mampu untuk mendongkrak UMKM untuk tumbuh di tengah penurunan permintaan secara besar-besaran.
"Harus ada kebijakan afirmatif dari pemerintah untuk mengutamakan produk lokal yang esensial. Bukan hanya soal stimulus kredit. Itu hanya supaya UMKM tetap pegang duit," katanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka