Langsung ke konten utama

Misi Gredu Hadirkan Digitalisasi di Sekolah

Misi Gredu Hadirkan Digitalisasi di Sekolah - Warta Ekonomi
WE Online, Jakarta -
Terbentuk sejak 2016, startup berbasis education technology (edutech) asal Indonesia, Gredu, menyatakan bahwa kemajuan pendidikan adalah tugas dan tanggung jawab bersama.
Oleh sebab itu, Gredu di bawah PT Sumber Kreatif Indonesia berkomitmen untuk memberi kontribusi dengan menciptakan solusi digital yang berupaya memaksimalkan peran guru, orang tua, dan murid. Gredu merancang solusi digitalisasi lingkungan sekolah dengan membangun sistem manajemen terpusat yang didukung dengan aplikasi yang terpisah untuk guru, orang tua, dan murid.
Lalu seperti apa tantangan digitialisasi di dunia pendidikan? Berikut petikan wawancara Warta Ekonomi dengan Chief Executive Officer (CEO) Gredu, Mohammad Rizky Anies, di Kantor Gredu, Jakarta beberapa waktu lalu.
Bisa diceritakan awal berdirinya Gredu?
Gredu adalah lembaga teknologi pendidikan yang bertujuan meningkatkan keterlibatan dalam lingkungan sekolah untuk meningkatkan pengalaman sekolah secara keseluruhan, untuk guru, orang tua, dan siswa.
Apakah sektor pendidikan sudah siap memasuki era digital?
Sekarang sudah era digital, berarti apapun di luar sana diperlukan skill digital. Dengan melakukan digitalisasi, kita berharap memberikan kemampuan dasar untuk guru, murid, dan orang tua dalam perkenalan terhadap digitalisasi. Sekarang semua alat, dari komunikasi sampai alat kerja, digitali. Kami ingin membuat mereka terbiasa dengan itu. Jadi, penting untuk memperkenalkan di awal, tapi diperkenalkan dengan cara yang benar.
Apa tantangan yang dihadapi Gredu selama ini?
Tantangan besarnya adalah bagaimana mengedukasi end user kita. Masyarakat kita sudah paham digitalisasi, tapi diedukasi minim banget. Jadi, mereka punya ketakutan-ketakutan sendiri ketika memang ada digitalisasi di dunia khususnya pendidikan. Kita dilihat sebagai bukan teman, tapi sebagai musuh. Kami selalu bilang kalau digitalisasi yang tepat itu memberikan kemudahan dan kenyamanan. Itu edukasi pertama yang kami berikan kepada pelanggan kami.
Lalu bagaimana responsnya?
Alhamdulilah persepsinya selalu positif. Namun, tetap ada image di awal ada ketakutan akan menyulitkan. Meski begitu, kami yakinkan bahwa Gredu tidak menyulitkan sekolah, justru kami memperlengkapi infrastruktur sekolah melalui platform. Bahkan ada persepsi peran guru akan hilang oleh Gredu. Lalu kami nyatakan tidak, justru Gredu memberikan kenyamanan dan membantu guru melalui digitalisasi ini.
Bagaimana peluang edutech ke depan?
Peluangnya sangat besar dan banyak hal yang bisa dimprovisasi karena banyak sekali bidangnya, mulai dari keamanan, pendanaan, dan hal-hal lainnya.
Ada rencana ekspansi?
Kalau kita mau ekspasi ke South Asia. Namun, pasti kami ingin cari partner yang beri kami peluang ke arah itu.
Untuk eskpansi di dalam negeri?
Kami juga mau ekspansi ke luar Jakarta. Memang saat ini kami fokus di Jabodetabek. Sekarang kami coba masuk ke Ambon, Padang, Aceh, Yogyakarta, Lampung, dan Tangerang. Mungkin akhir tahun baru kami fokus ke luar Jakarta.
Target 600 sekolah itu update-nya seperti apa?
Progres kami terus berjalan untuk mencapai target. Target kami sebenarnya hingga akhir tahun. Namun, kami mau percepat itu sebelum akhir tahun.
Sekarang realisasinya berapa?
Sampai Februari sudah mendekati 300 sekolah. Jadi sudah setengah dari target.
Ada market baru yang ingin disasar?
Kami juga mau membidik segmen TK dan universitas. Sekaligus kurikulum yang bukan nasional, misalnya Cambridge. Kami juga ada beberapa kerja sama dengan pesantren. Kurikulum internasional sedang kami usahakan.
Total pendanaan sampai saat ini berapa?
Sampai saat ini US$ 2,575 juta.
Lalu hasil permodalan lari ke mana?
Kami lebih mengarah ke arah pemasaran. Berikutnya ke pengembangan sumber daya manusia.
Bagaimana dengan persaingan pemain-pemain di bidang ini?
Dari awal Gredu dibuat untuk sharing karena kami percaya makin banyak yang buat, makin bagus lingkungan edukasi. Kan, efektivitas dibangun dari persaingan. Jadi, kami senang kalau di luar sana sudah mulai edutech karena nanti yang akan menerima benefitnya adalah lingkungan sekolah di Indonesia. Namun, kami dari awal ingin berkolaborasi. Jadi kami bangun untuk berkolaborasi dengan edutech di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka