Yogyakarta, Beritasatu.com – Indonesia merupakan pasar yang besar untuk menyerap arus digitalisasi. Oleh karena itu, peluang bisnis digital di Indonesia juga sangat besar.
Hal itu dikatakan Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atmajaya Yogyakarta (UAJY), Y Sri Susilo di sela-sela kuliah umum bertema “Sistem Pembayaran dan Akselerasi QRIS”. Acara yang digelar pada Rabu (11/3/2020) itu digelar atas kerja sama (FBE UAJY dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY dan ISEI cabang Yogyakarta dalam rangka “Pekan Nasional QRIS 2020.
Selain Sri Susilo, narasumber lainnya adalah Asisten Analisi BI Yogyakarta, Irmita Ngesti Handayani (Asisten Analis KPwBI DIY). Kuliah umum dibuka oleh Dekan FBE UAJY, Budi Suprapto.“Indonesia adalah pasar besar dan potensial untuk menyerap arus digitalisasi, karena populasinya lebih dari 267 juta jiwa dan jumlah generasi milenial yang cukup dominan, sekitar 60% dari jumlah penduduk,” ujar Sri Susilo.
Dikatakan, lebarnya digital gap Indonesia dibandingkan negara mitra menunjukkan peluang pasar yang besar. Berdasarkan data Bank Indonesia (2020), kata dia, pengguna atau pendaftar mobile phone sebanyak 355,5 juta orang dengan penetrasi sebesar 133%, sementara penetrasi dunia sebesar 67%.
Selanjutnya, kata dia, pengguna internet di Indonesia sebanyak 150 juta orang dengan penetrasi sebesar 56%, sementara penetrasi dunia sebesar 57%. Pengguna aktif media sosial sebanyak 150 juta orang dengan penetrasi 56% dan penetrasi dunia sebesar 45%.
“Digitalisasi adalah keniscayaan dan perekonomian Indonesia tergolong berpotensi besar menyerap arus digitalisasi tersebut,” kata Y Sri Susilo. Fleksibilitas model bisnis digital, ujarnya, membuka lebar pintu peluang inklusivitas, khususnya bagi perekonomian seperti Indonesia.
Di sisi lain, digitalisasi juga membawa konsekuensi risiko yang tidak ringan berupa shadow banking, cyber security, anti-money laundering and counter financing of terrorism (AML CFT), proteksi data, dan risiko operasional yang sewaktu-waktu dapat mengancam keberlangsungan stabilitas ekonomi makro.
Sementara, Irmita Ngesti Handayani menjelaskan, Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) adalah standar QR code pembayaran untuk sistem pembayaran Indonesia. Sistem ini dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia.
Dijelaskan, standardisasi QRIS yang berbasis Merchant Presented Mode (MPM) diharapkan mampu mempercepat inklusi keuangan, khususnya penguatan efisiensi transaksi keuangan UMKM sampai dengan last mile (end-to-end).
“Ada beberapa manfaat penggunaan QRIS bagi merchant, termasuk merchant UMKM. Manfaat itu adalah mengikuti tren pembayaran secara nontunai digital serta potensi perluasan penjualan karena alternatif pembayaran selain kas,” kata dia.
Manfaat lain adalah peningkatan trafik penjualan, penurunan biaya pengelolaan uang tunai/kecil sehingga tidak memerlukan uang kembalian. Sebagian uang penjualan langsung tersimpan di bank dan bisa dilihat setiap saat dan risiko uang tunai hilang/dicuri menurun.
Kemudian, ada penurunan risiko rugi karena menerima pembayaran dengan uang palsu. Selain itu, transaksi tercatat otomatis dan bisa dilihat history transaksi. Manfaat berikutnya adalah building credit profile bagi bank, peluang untuk mendapat modal kerja menjadi lebih besar.
“Juga untuk kemudahan pembayaran tagihan, retribusi, pembelian barang secara nontunai tanpa meninggalkan toko serta mengikuti program pemerintah,” ujarnya.
Komentar
Posting Komentar