Industri manufaktur memberikan kontribusi terbesar untuk perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam beberapa tahun terakhir. Sektor tersebut sangat stabil dan tahan goncangan, maka sudah semestinya Pemerintah Provinsi DIY semestinya memberikan insentif lebih dan memberinya porsi jelas dalam peta pembangunan DIY ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS) DIY tentang pertumbuhan ekonomi DIY kuartal IV tahun 2020, mencatat bahwa industri manufaktur kembali mengambil porsi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar mencapai 12,83 persen.
Tahun sebelumnya pada kuartal yang sama, industri manufaktur juga memberikan kontribusi terbesar dengan nilai 12,85 persen, pada tahun 2018 bahkan kontribusinya mencapai 13,34 persen.
“Sektor industri manufaktur memang masih mendominasi ya, walaupun secara umum masih minus sekitar 4 persen di semua kategori industri,” kata Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis BPS DIY, Mainil Asni, Senin (8/2).
Mainil mengatakan industri makanan dan minuman menyumbang porsi terbesar, nyaris separuh dari industri manufaktur di DIY. Baru diikuti oleh industri tekstil sekitar 10 persen serta kayu dan furnitur sekitar 5 persen.
Pertumbuhan beberapa kategori industri sebenarnya masih positif, salah satunya industri kimia yang tumbuh hampir 10 persen. Banyaknya orang yang mencari madu, suplemen, hingga penyanitasi tangan selama pandemi menjadi faktor utama tumbuhnya industri kimia.
“Tapi masalahnya industri kimia ini kan nilainya tidak terlalu besar ya, sehingga secara total industri kita memang masih negatif,” ujarnya.
Industri Manufaktur Lebih Stabil
Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Ma’ruf, mengatakan bahwa yang paling penting untuk dicatat pada saat pandemi ini adalah sektor manufaktur dan pertanian yang sangat stabil dalam menghadapi situasi apapun.
“Manufaktur dan pertanian itu di Jogja sebenarnya dominan sejak dulu dan stabil sekali,” ujar Ahmad Ma’ruf.
Sektor industri manufaktur dan pertanian sangat berbeda dengan sektor pariwisata yang memiliki karakter yang sangat sensitif atau elastis terhadap faktor eksternal.
Faktor eksternal itu di antaranya bencana alam, bencana non alam seperti wabah, serta bencana buatan seperti terorisme.
“Jadi tidak ada industri yang sesensitif industri pariwisata,” ujarnya.
Karena itu, ekonomi suatu daerah menjadi sangat riskan jika bertumpu pada industri pariwisata. Kendati demikian, menurut Ma’ruf pemerintah juga tidak perlu terburu-buru untuk mengubah prioritas pembangunan. Selain sudah memberikan investasi yang besar di industri pariwisata, industri pariwisata juga menjadi agregator bagi sektor industri lain seperti IKM maupun sektor jasa.
“Sudah saatnya diberi perhatian lebih dan jangan diganggu lagi dengan macam-macam kerumitan dan jangan dikasih beban,” kata Achmad Maruf.
Adapun sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) DIY, Y Susilo mengatakan, yang diperlukan para pelaku industri di DIY adalah bagaimana insentif program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) ditujukan secara adil kepada seluruh kegiatan usaha termasuk Industri Kecil Menengah (IKM). Dan agar impementasi program PEN lebih efektif maka diperlukan sinergi antara instansi di berbagai level pemerintah
“Industri manufaktur di DIY didominasi oleh IKM dan selama ini sinergi tapi koordinasi dalam implementasi PEN belum optimal sehingga semua pelaku ekonomi belum dapat memanfaatkan program PEN,” kata Y Susilo. (Widi Erha Pradana / ES Putra / YK-1)
Sumber: https://kumparan.com/pandangan-jogja/saatnya-jogja-melirik-sektor-manufaktur-yang-terbukti-tahan-goncangan-pandemi-1v8uzICUIvb/full
Komentar
Posting Komentar