Bank Pembangunan Derah (BPD), termasuk Bank Jateng, dituntut berperan penting bagi masyarakat, terutama para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM selama pandemi Covid-19. Sejumlah fasilitas dan keringanan bagi pelaku UMKM, melalui penyaluran kredit, menjaga harapan tetap terjaganya roda ekonomi.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Yozi Aulia Rahman, saat dihubungi Sabtu (30/1/2020), menuturkan, BPD memiliki fungsi membangun daerah, dalam hal ini turut membantu masyarakat. Sejumlah fasilitas, seperti kredit lunak, akan membantu UMKM.
Dengan sejumlah pembatasan kegiatan masyarakat, kegiatan usaha para pelaku UMKM terganggu. ”Omzet mereka pun pasti turun sehingga akan kesulitan membayar utang. Saya kira BPD, termasuk Bank Jateng dalam hal ini, dapat memberi keringanan kepada para pelaku UMKM agar mereka bisa bertahan,” kata Yozi.
Namun, Yozi mengatakan, memang tidak harus semua pelaku usaha terdampak mendapat fasilitas keringanan, tetapi perlu ada penilaian atau appraisal. Dengan demikian, dapat dilihat mana UMKM yang prospektif untuk bertahan atau bangkit di tengah pandemi Covid-19.
Adapun Bank Jateng mencatatakan kinerja positif pada 2020, salah satunya ditopang pertumbuhan kredit yang positif. Penempatan uang negara (PUN) dari pemerintah pusat Rp 2 triliun dioptimalkan untuk disalurkan, termasuk kepada para pelaku UMKM.
Direktur Bisnis Ritel dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng Hanawijaya, Jumat (29/1/2021), mengatakan, dari PUN Rp 2 triliun, semula diharapkan diungkit (leverage) minimal dua kali lipat atau Rp 4 triliun. Namun, Bank Jateng mengusulkan Rp 5 triliun.
Adapun realisasi ekspansi bruto PUN hingga pengujung 2020 melebih target. ”Syukur hingga 31 Desember 2020, kami mampu mencapai Rp 8,19 triliun, yang kami serahkan pada 46.156 debitor. Itu, antara lain, pada UMKM melalui KUR (kredit usaha rakyat) Rp 762 miliar dan UMKM non-KUR Rp 2,1 triliun,” kata Hanawijaya.
Sementara konsumen menjadi jangkar nasabah utama, yakni Rp 4 triliun, sedangkan segmen korporasi Rp 940 miliar dan komersial Rp 341 miliar. Dengan demikian, ekspansi bruto PUN Rp 8,19 triliun atau leverage 4,1 kali.
Selain mengoptimalkan PUN yang juga bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN), Bank Jateng mengoptimalisasi unit layanan mikro yang tersebar di seluruh Jateng. Pada 2020, kredit usaha produktif mencapai 17,99 triliun atau 35,21 persen dari total kredit, sedangkan KUR Rp 2,3 triliun.
Direktur Utama Bank Jateng Supriyatno menuturkan, secara keseluruhan pada 2020, kredit dan pembiayaan Bank Jateng mencapai Rp 51,11 triliun atau terealisasi 101,86 persen dari target. ”(Capaian) ini karena kami aktif menjemput bola pada teman-teman pelaku usaha, lebih khusus lagi UMKM,” ujarnya.
Di samping itu, nilai aset Bank Jateng pada 2020 ialah Rp 73,11 triliun atau terealisasi 104,32 persen dari target. Sementara nilai dana pihak ketiga Rp 58,98 triliun atau terealisasi 114,02 persen dari target. Dengan kinerja positif tersebut, Bank Jateng mencatatkan laba bersih Rp 1,12 triliun.
Supriyatno menuturkan, hal itu menunjukkan optimisme Bank Jateng meski situasi perbankan juga turut terdampak pandemi Covid-19. ”Dengan demikian, pada RUPS (rapat umum pemegang saham) Jumat (29/1/2021), kami juga memutuskan untuk membagikan dividen kepada para pemegang saham,” katanya.
Tantangan digitalisasi
Yozi menuturkan, salah satu tantangan perbankan di daerah adalah digitalisasi UMKM, seperti akses internet hingga metode pembayaran dengan uang elektronik. Dari riset yang ia lakukan di Kota Semarang, digitalisasi UMKM masih tergolong rendah. Oleh karena itu, literasi teknologi perlu digenjot pemerintah.
Menurut dia, digitalisasi dapat didorong, secara sederhana dengan pemanfaatan telepon seluler. ”Sebenarnya sudah diupayakan juga seperti program Lapak Ganjar (Gubernur Jateng) yang mempromosikan UMKM di media sosial. Selanjutnya, upaya kerja sama dengan berbagai start-up (usaha rintisan) perlu diperbanyak,” ujar Yozi.
Digital banking juga perlu terus dikembangkan oleh bank pembangunan daerah, termasuk Bank Jateng. Hal tersebut menjadi tantangan, mengingat bank-bank umum lainnya juga saat ini terus mengembangkannya.
Supriyatno mengatakan, terdapat 1.766 titik layanan Bank Jateng, baik berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, ATM, mobil kas keliling, dan lainnya. Hal tersebut akan mendukung upaya percepatan pengembangan teknologi menuju digitalisasi perbankan, yang terus didorong oleh pihaknya selama ini.
Dampak pandemi Covid-19 dirasakan betul oleh Puput Setyoko (28), pemilik usaha Jamur Borobudur, Kabupaten Magelang. Pada awal pandemi, Maret-Mei 2020, produksi makanan olahana jamur, seperti keripik jamur tiram, jamur kuping, kerupuk jamur, berhenti total. Pembatasan membuat peminat pesanannya menurun signifikan.
Baru setelah Lebaran 2020, ia mulai produksi kembali, dengan adaptasi. "Sebelum pandemi Covid-19, saya memang lebih banyak berjualan secara offline seperti tempat menitipkan ke toko-toko, tempat oleh-oleh, dari Magelang hingga Semarang. Namun, kini kami terus genjot penjualan secara online," ujar Puput, Minggu (31/1).
Selain itu, selama pandemi Covid-19, ia terbantu media tanam jamur siap panen (baglog) yang banyak diminati, karena orang lebih banyak berdiam di rumah. Para tenaga kerja, karyawan yang dirumahkan, dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) mendatanginya untuk belajar budidaya jamur.
Ia juga bersyukur dengan adanya pelonggaran dari Bank Jateng dalam angsuran kredit selama pandemi Covid-19. "Alhamdulillah, perbankan mengerti keadaan. Apabila biasanya saya membayar angusran sekitar Rp 2,4 juta per bulan, saat pandemi ada penundaan. Jadi, saya cukup membayar bunganya saja, sekitar Rp 700.000 per bulan. Saya mengajukan penundaan itu hingga Maret 2021. Semoga situasi cepat membaik," kata Puput.
Sementara itu, Anih Maryani, pemilik usaha "Anie Collection" di Kota Magelang, yang memproduksi kerajinan tangan seperti bros, pakaian, tas, dan dompet, mengatakan, awal pandemi, permintaan akan produknya benar-benar terhenti. Namun, setelah ramai penggunaan masker kain, ia mulai memproduksinya karena banyak permintaan.
Kendati demikian, seiring makin meningkatnya kasus Covid-19, serta masyarakat diarahkan untuk mengenakan masker medis, permintaan masker kain jauh berkurang. "Permintaan terakhir saya November 2020 lalu. Setelah itu, tidak ada lagi instansi yang memesan. Saat ini saya mau mencoba memproduksi jilbab untuk anak-anak lagi," kata Anih.
Anih menuturkan, ia sempat mengambil kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 20 juta dari Bank Jateng, yang didapatnya dengan persyaratan mudah. Ia sendiri mengatur strategi dengan tak memakai habis uang pinjaman dari bank, tetapi setengahnya. Dengan demikian, angsuran tetap bisa ia bayarkan tanpa kendala.
Sumber: https://bebas.kompas.id/baca/nusantara/2021/01/31/bank-pembangunan-daerah-dituntut-berperan-di-masa-pandemi/
Ikuti bagaimana cara TITIPKU membantu UMKM dalam acara StartSMEup Talk - 05 Feb 2021, daftar segera di https://s.id/eventcerdas5feb
Komentar
Posting Komentar