Langsung ke konten utama

Kirim Barang Impor Seharga Rp 43.000 dari Batam Kena Pajak, Begini Curhatan Pedagang Online Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Kirim Barang Impor Seharga Rp 43.000 dari Batam Kena Pajak, Begini Curhatan Pedagang Online, https://batam.tribunnews.com/2020/01/21/kirim-barang-impor-seharga-rp-43000-dari-batam-kena-pajak-begini-curhatan-pedagang-online. Penulis: Widi Wahyuning Tyas Editor: Tri Indaryani

Kirim Barang Impor Seharga Rp 43.000 dari Batam Kena Pajak, Begini Curhatan Pedagang Online

Kirim Barang Impor Seharga Rp 43.000 dari Batam Kena Pajak, Begini Curhatan Pedagang Online
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kebijakan pajak bea masuk (BM) terbaru yang tertuang dalam PMK 199/2019 tentang perubahan perpajakan barang yang akan diterapkan 30 Januari 2020 menuai protes pelaku UKM online atau online shop Batam.
Pasalnya, dalam aturan terbaru itu, ada perubahan nilai pembebas pajak dari 75 dolar AS dan turun drastis menjadi 3 dolar AS.

Perubahan itu dinilai merugikan pihak yang sering melakukan pengiriman barang ke luar Batam, khususnya UKM online.
Jika nilai barang kena pajak BM senilai 3 dolar AS itu artinya adalah barang yang hanya senilai sekitar Rp 43.000 dengan kurs 1 dolar AS senilai Rp 14.000.
Hal ini sontak membuat para pelaku UKM online, khususnya yang mengambil barang dari luar negeri mengeluh.
"Kalau saya pribadi sih nggak setuju. Untuk beban ongkir saja kita udah harus pandai-pandai menyiasatinya. Eh sekarang malah tambah pajak cukai lah" terang Jenni Pakpahan, salah satu pelaku UKM online di daerah Sengkuang, Batam.

Jenni mengaku pertama kali mengetahui tentang peraturan ini dari akun Facebook agen ekspedisi langganannya.
Menurutnya, mayoritas rekannya sesama online shop juga banyak yang menentang hal ini.
Adanya peraturan ini, dikeluhkan Jenni, akan menurunkan pendapatan usahanya.

Ia menilai, kebanyakan orang membeli barang di online shop karena selain praktis juga murah.
Bila ada penambahan biaya untuk pajak barang, secara otomatis harga jual barang tentu akan ikut naik.
Hasilnya, minat orang untuk berbelanja online dari Batam akan menurun, apalagi ditambah biaya ongkos kirim yang sudah besar.

Senada dengan Jenni, Desi, pelaku UKM online yang juga berjualan di atrium salah satu mall di Batam ini menentang peraturan ini.
"Kami kan sepatu dan tas itu ambil dari China. Dan permintaan barang import untuk online juga lumayan tinggi, karena dari Batam itu harga murah kualitas bagus. Tapi kalau tambah ada pajak, pusing lah awak. Mahal lagi harganya" imbuhnya.
Ia juga menambahkan, harga jual untuk online memang dibuatnya lebih murah, berbeda dengan harga toko.
Hal ini, diakuinya, dilakukan untuk menyiasati biaya ongkos kirim dari Batam yang sudah cukup tinggi.
"Apalagi kalau main di marketplace seperti Shopee, itu kan harganya jatuh-jatuhan. Memang harus dibuat murah biar laris" terangnya. 
Baik Desi maupun Jenni, keduanya berharap peraturan ini bisa dikaji ulang agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Kepala Kantor KPU BC Batam Susila Brata memberikan pejelasan terkait PMK 199/2019 yang membuat para seller online  di Batam jadi galau.
Pasalnya, dalam aturan terbaru tersebut, pajak yang biasanya dikenakan untuk barang dengan nilai minimal 75 dolar AS kini menjadi 3 dolar AS.
Susila memastikan, barang yang akan kena aturan tersebut hanyalah produk impor saja.

Sedangkan produk lokal tidak akan dikenakan pajak BM (bea masuk) karena tujuan pajak ini memang untuk melindungi barang lokal.
Hal ini dilakukan Kementerian Keuangan untuk membantu industri kecil atau industri lokal di Indonesia.
"Jadi kita di sini melakukan ini untuk menekan jumlah produk impor agar barang kita menguasai negeri sendiri. Jangan sampai Indonesia banjir barang-barang impor dari luar negeri," kata Susila.
Lantas, bagaimana cara mendeteksi barang apakah itu buatan lokal atau impor yang kena pajak BM.

Susila mengatakan, saat ini BC Batam punya alat untuk mendeteksi apakah barang tersebut impor atau lokal.
"Kita tahu barang impor dan barang lokal. Bisa kita deteksi. Barang lokal tidak kita kenakan pajak seperti BM. Aturan ini untuk melindungi semua. Kalau kita lihat lebih tinggi lagi itu keuntungan produk dalam negeri," jelasnya.
Terakhir Susila juga menerangkan sejumlah barang yang terkena pajak BM di antaranya sepatu, garmen, tas  mereka akan dikenakan pajak jika melebihi USD 3.

Sementara ada juga beberapa barang yang tidak dikenakan pajak BM seperti barang titipan, barang pindahan dan barang lokal Batam.
"Dengan adanya ini, kita bisa mengetahui kalau PMK 119/2019 itu untuk melindungi produk Batam. Kalau barang lokal Batam yang akan dibawa keluar Batam tidak akan dikenakan pajak BM," tegasnya.
Apalagi Batam yang diketahui merupakan wilayah FTZ yang memang bebas dari Pajak.

Jika barang masuk dari Luar Negeri (LN) ke Jakarta dikenakan Biaya Masuk (BM), namun barang yang masuk ke Batam tidak dikenakan biaya masuk karena Batam wilayah FTZ.
"Jadi poin permasalahannya di sini. Barang yang masuk ke Batam tidak dikenakan biaya masuk, tapi setelah keluar Batam tentunya dikenakan biaya dong. Karena itu barang dari luar Negeri," sebut Susila menejelasakan, Senin (20/1/2020) sore.

Dalam peraturan yang baru ini menurut Susila pemerintah tidak mengambil Pajak Penghasilan atau PPH.
"Peraturan baru ini kita tidak mengambil PPH. Jadi mekanismenya sama saja, kalau barang impor tetap kita minta biaya masuk jika dikeluarkan dari Batam. Kalau produk lokal tidak, tapi tetap kena PPN 10 Persen di atas USD 3. Tujuan kita agar produk lokal kita itu lebih dikenal lagi di Indonesia. Jangan sampai Indonesia dibanjiri barang Impor," sebut Susila lagi.
Untuk barang lokal, menurut Susila tidak dikenakan pajak jika dikeluarkan dari Batam(Tribunbatam.id/widiwahyuningtyas/ eko setiawan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka