TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Daerah Istimewa Yogyakarta telah ditasbihkan sebagai Kota Batik dunia oleh World Craft Council sejak 2014 silam.
Banyak cara yang bisa digunakan untuk terus melestarikan batik yang ada, salah satunya adalah melirik upaya digitalisasi.Hal tersebut diutarakan Tenaga Pengajar Luar Biasa Jurusan Batik dan Fashion ISI Yogyakarta, Bayu Arya.
Ia mengatakan, orang batik atau perajin batik, memang tidak akan berfikir untuk digitalisasi.
Namun yang menangkap peluang tersebut ialah orang di luar batik.
Misalkan tidak hanya kebutuhan konveksi masal, tapi lebih dari itu yakni digitalisasi batik bisa membuat motif batik tersimpan lama dalam kondisi aman serta tidak akan termakan usia."Kalau dulu orang batik manual disimpan di kertas, tapi lama-kelamaan kertas lapuk. Jadi tahapannya orang membuat desain manual, lalu digital, baru produksi. Itu lebih aman. Meskipun kita duplikat di kertas, kertasnya rusak, kita masih punya file aslinya," urainya, belum lama ini.
Selain itu. memasuki era digital, yang telah dilakukan adalah di sektor marketing.
Bayu menjelaskan bahwa 10 tahun yang lalu penjualan batik masih dilakukan secara tradisional yakni datang dari rumah ke rumah, namun saat ini dilakukan secara online.
"Saya dulu berpikir ada software batik. Kalau mau bikin Batik Solo, tinggal klik. Kalau pakai software saya yakni akan banyak UMKM yang berdiri. Tapi ini belum ada di Yogya," ucapnya.
Meski demikian, digitalisasi batik dikatakan Bayu tidak mendesak bahkan kehadirannya hanya untuk penyeimbang maupun untuk tujuan tertentu.
"Kalau ada warna sintetis, maka warna alam sebagai penyeimbang. Kalau ada teknik manual, maka teknologi penyeimbang atau untuk tujuan lain misal desain ini bisa diproduksi massal, maka bisa digital. Sementara ini seperti itu," urainya.(TRIBUNJOGJA.COM)
Komentar
Posting Komentar