Langsung ke konten utama

Perlindungan Konsumen Digital Masih Perlu Ditingkatkan




 Perlindungan konsumen di era digital masih masih perlu ditingkatkan.

“Meskipun pemerintah telah berupaya memperbarui peraturan untuk mengakomodir perkembangan ekonomi digital yang rumit, perbaikan yang signifikan masih diperlukan dalam segi penegakan peraturan,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Tiola Allain.

 

Tiola menambahkan, perlindungan konsumen merupakan faktor yang membutuhkan perhatian lebih dalam industri e-commerce dan teknologi finansial (fintech) di Indonesia.

 

Di 2021, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat bahwa pengaduan terhadap lembaga jasa keuangan mencapai 49,6 persen dari seluruh aduan yang diterima. Sekitar 22 persen dari aduan tersebut terkait dengan perusahaan peer-to-peer (P2P) lending ilegal, diikuti oleh e-commerce yang menerima 17,2 persen dari keluhan, termasuk mengenai kegagalan penerimaan produk yang dipesan hingga kualitas produk.

 

Upaya preventif melalui edukasi konsumen dan peningkatan literasi keuangan diperlukan untuk memastikan perlindungan konsumen, yang saat ini sebagian besar diatur dalam Undang- Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

 

Namun UU yang mulai berlaku pada April 2000 ini, jauh sebelum transaksi digital mulai berkembang pesat, perlu diperbaharui untuk mengakomodir dinamika industri ekonomi digital.

Dalam beberapa tahun ke belakang, pemerintah telah mengadopsi regulasi baru untuk mengikuti perkembangan industri yang dinamis dan cepat. Contohnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Mei 2022 memperbarui peraturan tentang perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan melalui Peraturan OJK (POJK) No. 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

 

Peraturan ini memuat kewajiban mengenai keterbukaan dan transparansi atas informasi produk dan jasa keuangan, serta penyempurnaan persyaratan terkait data konsumen dan perlindungan data.

 

Selain itu, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan pada Oktober 2022 juga menetapkan persyaratan dalam pengolahan data pribadi konsumen. Entitas yang memiliki atau mengolah data diberikan tenggang waktu dua tahun untuk mematuhi peraturan baru tersebut.

 

Pada Januari 2023 lalu, Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang baru disahkan turut memperkuat perlindungan konsumen dengan menegaskan bahwa Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK) dilarang memberikan produk dan/atau layanan yang tidak sesuai dengan perjanjian atau informasi yang dinyatakan dan dilarang menjual atau menawarkan produk dan/atau layanan yang tidak memiliki izin.

 

PUSK yang melanggar ketentuan tersebut juga dapat menerima sanksi hingga sanksi hukuman pidana.

 

Namun, pembaruan peraturan saja tidak cukup untuk melindungi konsumen, karena penegakan aturan juga memainkan peran kunci.

 

Dalam sektor jasa keuangan, salah satu lembaga penegak hukum yang paling berperan adalah Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK, yang bertanggung jawab untuk menyelidiki investasi ilegal serta memberikan edukasi kepada publik mengenai hal- hal yang berkaitan dengan investasi dan lembaga keuangan ilegal.

 

Antara 2018 dan 2022, SWI sudah mengidentifikasi dan menutup 4.352 perusahaan pemberi pinjaman ilegal. Meski demikian, pengaduan terkait lembaga keuangan ilegal terus meningkat.

 

“Oleh karena itu, tindakan penegakan hukum perlu dibarengi dengan upaya peningkatan kesadaran dan literasi keuangan di kalangan konsumen, terutama dalam mengambil keputusan tentang produk dan layanan keuangan,” tandasnya.

 

Literasi keuangan yang lemah dapat menyebabkan konsumen membuat keputusan keuangan yang buruk, terjebak dalam perangkap utang atau terjerat dalam produk investasi ilegal. Survei OJK 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 49,9 persen, lebih tinggi dari survei 2019 sebesar 38,03 persen.

 

Memang, literasi keuangan kita tumbuh dalam tiga tahun terakhir. Namun, selama kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan tetap lebar, risiko konsumen untuk terjebak dalam investasi yang buruk tetap tinggi.


Sumber:http://www.dakta.com/news/30804/perlindungan-konsumen-digital-masih-perlu-ditingkatkan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka