Langsung ke konten utama

Tak Cukup Bansos, Digitalisasi Usaha Mikro Dapat Bantu Kurangi Kemiskinan

Tak Cukup Bansos, Digitalisasi Usaha Mikro Dapat Bantu Kurangi Kemiskinan

Digitalisasi usaha mikro mampu membantu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia, menurut Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

Menurut Peneliti CIPS, Siti Alifah Dina, program bantuan sosial (bansos) pemerintah kepada yang terdampak pandemi merupakan langkah strategis, tetapi perlu adanya langkah jangka panjang dan berkesinambungan.

"Pendekatan untuk mengatasi kemiskinan sepatutnya tidak hanya dilakukan dengan memberi bantuan sosial, tetapi juga membantu menjaga keberlangsungan mata pencaharian," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (19/2/2021).

Berdasarkan data BPS 2020, jumlah pekerja informal turut meningkat sebesar 4,59% sejak Agustus 2019 hingga Agustus 2020 menjadi 77,68 juta orang. Di antara jumlah tersebut, ada pula pengusaha mikro yang belum memiliki izin. 79% usaha mikro bersifat informal menurut data dari International Finance Corporation (IFC) di tahun 2016.

Menurut Dina, "bansos hanya bersifat sementara, sedangkan fokus utamanya harusnya pada mempertahankan usaha selama pandemi. Salah satu caranya, membuka akses pasar baru dengan digitalisasi."

Apa itu digitalisasi? Menurut Bachtiar dkk (2020), digitalisasi usaha adalah proses kerja yang berbasis digital menggunakan sistem teknologi informasi khusus, misalnya bergabung dengan bergabung e-commerce atau memakai media sosial untuk berjualan.

Agar mampu berdaya dan mandiri mengadaptasi proses kerja berbasis digital, perlu pendampingan berlanjut terhadap pengusaha mikro; dari penggunaan aplikasi hingga merekap hasil penjualan. "Pendampingan digitalisasi seharusnya memprioritaskan daerah dengan indeks digital literasi yang masih rendah di bawah rata-rata nasional. Daerah tersebut di antaranya adalah Provinsi Lampung, Papua, dan Papua Barat menurut data Indeks Literasi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020,” terang Dina.

Digitalisasi penting, sebab ketika krisis seperti pada 1998 dan 2008, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) jadi opsi pekerjaan masyarakat yang terdampak krisis mata uang dan perbankan. Pandemi Covid-19 ini merupakan krisis kesehatan yang memengaruhi faktor produksi sehingga UMKM juga terkena dampak.

Survei BPS terhadap 34.559 usaha mikro dan kecil menunjukkan, 84,2% usaha mikro dan kecil mengalami penurunan pendapatan pada bulan Juli 2020 sejak PSBB berlaku.

Melalui UU Cipta Kerja, Pemerintah menegaskan komitmen terhadap UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil. Beberapa kebijakan yang mendukung UMKM, di antaranya: (1) kemudahan perizinan melalui perizinan tunggal Online Single Submission (OSS) untuk perizinan berusaha, Standar Nasional Indonesia dan sertifikasi halal; (2) kemudahan akses pembiayaan melalui jaminan kredit program dan ketersediaan Dana Alokasi Khusus atau DAK; (3) penyediaan layanan pendampingan hukum bagi usaha mikro dan kecil; dan (4) kepastian pasar minimal 40% produk usaha mikro dan kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. 

Saat ini, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih rinci ketentuan di atas sedang berlangsung. Kombinasi program digitalisasi yang kontinyu dengan implementasi kemudahan berusaha bagi usaha mikro harapannya dapat membantu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

Data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang per September 2020 atau sebesar 10,19%. Jumlah ini meningkat sebesar 1,13 juta orang sejak Maret 2020, di mana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan untuk mengatasi persebaran pandemi Covid-19. 


Sumber: https://www.wartaekonomi.co.id/read328629/tak-cukup-bansos-digitalisasi-usaha-mikro-dapat-bantu-kurangi-kemiskinan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai men...

PERMASALAHAN DAN UPAYA PENGEMBANGAN UMKM

MAKALAH PERMASALAHAN DAN UPAYA PENGEMBANGAN UMKM Tugas Mata Kuliah  Ekonomi Kerakyatan Pembina : Dr. Sukidjo, M.Pd.   Disusun Oleh    : Dewi Mawadati    (14811134022) Luna Octaviana (14811134029) ADMINISTRASI PERKANTORAN D3 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 BAB I     PENDAHULUAN A.      Latar Belakang UMKM (Usaha Kecil Mikro dan Menengah) memegang peranan yang sangat besar dalam memajukan perekonomian Indonesia.Selain sebagai salah satu alternatif lapangan kerja baru,UKM juga berperan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi pasca krisis nmoneter tahun 1997 di saat perusahaan-perusahaan besar mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.Saat ini, UKM telah berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan Negara Indonesia. UKM  merupakan suatu bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif seseorang.Sebagian besar masyarakat bera...

Ini tren yang akan terjadi di pengembang aplikasi

JAKARTA (IndoTelko) – Outsystem penyedia platform Low Code mengumumkan 5 Tren yang diprediksi akan muncul pada kalangan Pengembang Aplikasi di Asia Pasifik. Sebuah infobrief dari IDC mengatakan pada tahun 2024, generasi baru dari para pengembang yang membuat aplikasi-aplikasi tanpa menulis kode/Low Code akan mencapai 20% dari semua pengembang di kawasan Asia-Pasifik. Para pengembang ini akan mengakselerasi transformasi digital di semua lini industri - dengan menyoroti disrupsi pasar dan inovasi tiada henti. “Low-code memberikan para pengembang ini potensi untuk menjembatani kubu-kubu, memangkas proses dan memungkinkan tim untuk bekerjasama dan fokus pada inti upaya transformasi serta meningkatkan pengalaman pengguna,” kata Vice President Outsystems Asia Pasifik Mark Weaser. Mark juga menambahkan, bahwa aplikasi-aplikasi kini menjadi sangat penting bagi para konsumen. Aplikasi telah secara fundamental merubah cara orang-orang mengorganisasi dan memaksimalkan kegiatan rutin seh...