Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina mengatakan, dampak terbesar dirasakan oleh usaha mikro. Survei yang dilakukan BPS terhadap 34.559 usaha mikro dan kecil menunjukkan, sebanyak 84,2 persen usaha mikro dan kecil mengalami penurunan pendapatan pada bulan Juli 2020 sejak PSBB diberlakukan. Melalui UU Cipta Kerja, Pemerintah menegaskan komitmen terhadap UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil. Beberapa kebijakan yang mendukung UMKM tersebut diantaranya:
1. Kemudahan perizinan melalui perizinan tunggal Online Single Submission (OSS) untuk perizinan berusaha, Standar Nasional Indonesia dan sertifikasi halal.
2. Kemudahan akses pembiayaan melalui jaminan kredit program dan ketersediaan Dana Alokasi Khusus atau DAK.
3. Penyediaan layanan pendampingan hukum bagi usaha mikro dan kecil.
4. Kepastian pasar minimal 40 persen produk usaha mikro dan kecil dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Saat ini, Rancangan Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih rinci ketentuan di atas sedang disusun. Kombinasi program digitalisasi yang kontinyu dengan implementasi kemudahan berusaha bagi usaha mikro diharapkan dapat membantu mengurangi angka kemiskinan di Indonesia," kata Siti.
Data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang per September 2020 atau sebesar 10,19 persen. Jumlah ini meningkat sebesar 1,13 juta orang sejak Maret 2020, di mana kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan untuk mengatasi persebaran pandemi Covid-19.
Digitalisasi usaha mikro dapat berkontribusi mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Program bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada mereka yang terdampak pandemi merupakan langkah strategis untuk meminimalisir dampak pandemi kepada mereka. Namun perlu dipikirkan upaya yang bersifat jangka panjang dan berkesinambungan.
Sumber: https://www.suaramerdeka.com/news/ekonomi-dan-bisnis/255208-digitalisasi-usaha-mikro-jadi-penting-karena-krisis-kesehatan-saat-ini?page=3
Komentar
Posting Komentar