Langsung ke konten utama

Marketplace Membunuh UMKM?

 

Pernyataan presiden Jokowi memang cukup mengejutkan. Tapi sebenarnya pernyataan ini ada benarnya. 

Coba kita perhatikan, pola kita belanja. Dari aspek kita sebagai pengguna, kita sekarang cenderung mencari barang secara online, dan kemudian menemukan harga, mencari penilaian (rating) dan bahasan (review). Ini menunjukkan bahwa kita sebagai pengguna semakin pintar. 

Lalu umumnya di halaman mesin pencari, umumnya Google, disampaikan secara langsung mengenai harga, dan bahkan harga terendah yang dipublikasikan. 

Celakanya, harga-harga yang muncul ini tidak hanya harga dari mesin pencari, tapi juga harga dari marketplace tertentu yang ingin menarik orang masuk ke dalam platform nya. Padahal setelah kita masuk, belum tentu juga kita mendapatkan kombinasi 3 tadi , yaitu harga - rating - review. 

Lalu bagaimana marketplace yang seharusnya bisa membantu UMKM, malah menjadi 'membunuh' UMKM ?

Dunia bisnis pasti selalu tentang kompetisi, mulai dari kompetisi harga. Nah disinilah kekuatan 'Internet' berperan. Sama seperti hukum ekonomi kekuatan pasar akan membuat harga bisa naik tinggi atau sebaliknya murah. Semua marketplace dan pedagang online di dalamnya berusaha menjual semurah mungkin. 

Kalau di lingkungan kami, pemain dunia teknologi informasi, bila harga sudah terpublish di marketplace, maka cenderung akan hancur berantakan. Opsinya adalah harga menjadi murah dan banyak yang bisa menjual, dan akibatnya ada faktor lain yang dikorbankan. Bisa mulai dari kualitas, hingga dukungan teknis. 

Anda bisa membeli camera CCTV mulai dari harga 100 ribuan sekarang, tapi jangan harap bila rusak dapat gantinya , garansi tidak ada untuk barang semurah ini. Dan kecenderungan pabrikan, terutama dari luar negeri, tidak peduli. Mereka cenderung mengejar jumlah (volume) barang dibandingkan pengguna nyaman gunakan barang mereka dalam waktu lama. 

Maka tidak heran, barang murah lebih cepat rusak. Dan barang murah, bila beli melalui marketplace, jangan harap dapat dukungan dan support yang baik, karena itulah permainannya. 

Lalu bagaimana dengan barang lain yang seharusnya UMKM kita punya ? Seperti makanan / minuman dan pakaian (fashion) yang mendominiasi marketplace kita. 

Ini yang harus nya di proteksi pemerintah. Bila tidak ada proteksi maka percuma. Sekarang ini semakin borderless , kita bisa impor dengan mudah, dan ini tidak ada proteksi yang jelas. 

Pernyataan presiden Jokowi memang cukup mengejutkan. Tapi sebenarnya pernyataan ini ada benarnya. 

Coba kita perhatikan, pola kita belanja. Dari aspek kita sebagai pengguna, kita sekarang cenderung mencari barang secara online, dan kemudian menemukan harga, mencari penilaian (rating) dan bahasan (review). Ini menunjukkan bahwa kita sebagai pengguna semakin pintar. 

Lalu umumnya di halaman mesin pencari, umumnya Google, disampaikan secara langsung mengenai harga, dan bahkan harga terendah yang dipublikasikan. 

Celakanya, harga-harga yang muncul ini tidak hanya harga dari mesin pencari, tapi juga harga dari marketplace tertentu yang ingin menarik orang masuk ke dalam platform nya. Padahal setelah kita masuk, belum tentu juga kita mendapatkan kombinasi 3 tadi , yaitu harga - rating - review. 

Lalu bagaimana marketplace yang seharusnya bisa membantu UMKM, malah menjadi 'membunuh' UMKM ?

Dunia bisnis pasti selalu tentang kompetisi, mulai dari kompetisi harga. Nah disinilah kekuatan 'Internet' berperan. Sama seperti hukum ekonomi kekuatan pasar akan membuat harga bisa naik tinggi atau sebaliknya murah. Semua marketplace dan pedagang online di dalamnya berusaha menjual semurah mungkin. 

Kalau di lingkungan kami, pemain dunia teknologi informasi, bila harga sudah terpublish di marketplace, maka cenderung akan hancur berantakan. Opsinya adalah harga menjadi murah dan banyak yang bisa menjual, dan akibatnya ada faktor lain yang dikorbankan. Bisa mulai dari kualitas, hingga dukungan teknis. 

Anda bisa membeli camera CCTV mulai dari harga 100 ribuan sekarang, tapi jangan harap bila rusak dapat gantinya , garansi tidak ada untuk barang semurah ini. Dan kecenderungan pabrikan, terutama dari luar negeri, tidak peduli. Mereka cenderung mengejar jumlah (volume) barang dibandingkan pengguna nyaman gunakan barang mereka dalam waktu lama. 

Maka tidak heran, barang murah lebih cepat rusak. Dan barang murah, bila beli melalui marketplace, jangan harap dapat dukungan dan support yang baik, karena itulah permainannya. 

Lalu bagaimana dengan barang lain yang seharusnya UMKM kita punya ? Seperti makanan / minuman dan pakaian (fashion) yang mendominiasi marketplace kita. 

Ini yang harus nya di proteksi pemerintah. Bila tidak ada proteksi maka percuma. Sekarang ini semakin borderless , kita bisa impor dengan mudah, dan ini tidak ada proteksi yang jelas. 


Sumber: https://www.kompasiana.com/startmeup/6042e422d541df2ced54ab14/marketplace-membunuh-umkm?page=2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka