Jawa Timur merupakan salah satu provinsi penghasil terbesar Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia. Potensi Jawa Timur sebagai provinsi pengembang sektor Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) masih sangat terbuka lebar.
Hal ini sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dijelaskan KIHT merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana, serta fasilitas penunjang industri hasil tembakau yang disediakan, dikembangkan, dan dikelola oleh pengusaha kawasan industri hasil tembakau.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, Drajat Irawan, mengatakan tujuan dibentuknya KIHT sesuai arahan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Yakni untuk meningkatkan pelayanan, pembinaan industri, dan pengawasan terhadap produksi dan peredaran hasil tembakau. Dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian daerah.
DiJawa Timur, industri pengolahan tembakau menghasilkan cukai sebesar Rp 104,56 triliun atau setara 63,42 persen dari total penerimaan cukai hasil tembakau secara nasional yang mencapai Rp 164,87 triliun. Menurut catatan Dirjen Bea Cukai, di Jawa Timur terdapat 425 perusahaan pengolahan tembakau yang mempekerjakan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.
Drajat menambahkan bahwa industri pengolahan tembakau juga menyumbang devisa melalui net ekspor yang surplus di Jawa Timur selama tahun 2017 – 2019 kisaran nilai 227,36 juta gollar AS sampai 243,89 juta dollar AS.
“Dari sisi hulu, pada tahun 2019 Jatim menghasilkan 132.648 ton tembakau dan menempati urutan pertama penghasil tembakau nasional (disusul Jateng, NTB, dan Jabar),” urai Drajat kepada JNR Kominfo Jatim, Jumat (19/02/2021).
Di sisi lain, pertanian tembakau menempati urutan komoditas perkebunan kedua terbesar di Jatim dengan jumlah petani lebih dari 370 ribu orang. Dimana perkebunan tembakau sekitar 99,71 persen diusahakan oleh petani rakyat, bukan korporasi.
Untuk merealisasikan KIHT di Jatim, minggu lalu, Pemprov Jatim yang diwakili oleh Kadisperindag Jatim, Drajat Irawan, Kadisbun Jatim, Karyadi, serta Kabiro Perekonomian Jatim, Tiat S Suwardi melakukan studi banding ke KIHT Kudus. Dari kunjungan tersebut, KIHT diperuntukkan khusus bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan beberapa kemudahan. Di antaranya adalah IKM tidak harus memiliki luas paling sedikit 200 meter persegi, serta penundaan pembayaran cukai selama 90 hari sejak pemesanan pita cukai dengan jaminan bank.
“Jika dilihat dari jumlah perusahaan industri rokok dan temuan peredaran rokok ilegal oleh Bea Cukai, maka daerah yang potensial untuk pembentukan KIHT di Jawa Timur antara lain adalah Pamekasan, Pasuruan, dan Malang,” papar Drajat menjelaskan.
Drajat menambahkan, pembentukan KIHT di wilayah Jawa Timur selain dapat menciptakan lapangan pekerjaan, juga dapat mempermudah pengawasan. "Dari aspek legal, KIHT diupayakan untuk mendorong pengusaha-pengusaha yang belum memiliki legalitas agar bergabung dan dapat menjalankan usaha yang sah," imbuhnya.
Drajat menyampaikan, pembangunan KIHT sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta program Gubernur Jatim yakni Jatim Bangkit, dikarenakan KIHT diperuntukkan untuk mendukung IKM/UKM yang merupakan jenis usaha terbesar di Indonesia. Sehingga nantinya dapat mendorong tumbuhnya perekonomian, yang dimulai dari daerah sampai nantinya akan membantu perekonomian nasional.
“Segera kita lakukan tindak lanjut dengan melakukan koordinasi dengan Dinas Kab/Kota yang membidangi Perindustrian, Perdagangan, Perkebunan serta instansi terkait untuk membahas rencana pembentukan KIHT dan penekanan peredaran rokok ilegal di Jawa Timur,” pungkas Drajat. (ryo/s)
Sumber: http://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/jatim-berpotensi-sebagai-kawasan-industri-tembakau
Komentar
Posting Komentar