Langsung ke konten utama

Paragon Optimalkan Transformasi Digital di Tengah COVID-19





Wabah virus Corona yang semakin meluas di Indonesia turut memukul berbagai industri dalam negeri. Banyak industri yang menghentikan sementara produksinya, bahkan para pengecer menutup toko seiring dengan lesunya penjualan dan menghindar dari wabah ini.
Untuk mengurangi risiko dampak Covid-19, setiap industri pun melakukan berbagai strategi. Salah satunya produsen kosmetik lokal, PT Paragon Technology and Innovation atau Paragon.
Bagi perusahaan yang sudah beroperasi sejak 35 tahun lalu tersebut, wabah corona bukanlah krisis pertama yang dirasakan. Salman menuturkan, Paragon telah melalui berbagai krisis yang sangat berat seperti krisis pada 1998 dan 2003. Oleh karena itu, pihaknya sudah memiliki antisipasi untuk menghadapi krisis kali ini.
"Wabah atau bencana pasti akan terjadi. Jadi seberapa siap kita sekarang menghadapi wabah ini sangat tergantung dengan apa yang kita lakukan 3-5 tahun terakhir. Dan sekarang saatnya memakai aset yang kita tanam. Jika ternyata tidak siap, kita harus kembali lagi ke dasarnya bagaimana brand kita bisa dipahami oleh konsumen, bagaimana kita berinteraksi langsung dengan konsumen, mengajak mereka dan stakeholder untuk bergerak bersama," jelas Salman Subakat, CEO PT Paragon Technology and Innovation.
Dengan kondisi sekarang di mana pasar sepi dan traffic penjualan yang sangat turun, menurut Salman, justru saat ini merupakan kesempatan bagi perusahaannya untuk mempersiapkan transformasi digital. Salman menyampaikan, pihaknya tengah membangun big data sebagai salah satu langkah melakukan transformasi digital. Ia juga mengaku, perusahaan mengubah target transformasi yang tadinya harus diselesaikan dalam satu tahun menjadi 2-3 bulan.
"Wabah ini tidak hanya berdampak negatif, tetapi kita juga harus mencari sisi positifnya. Dengan work from home, kami punya resources untuk mengerjakannya (big data). Dengan jarak jauh pun banyak potensi yang terlihat. Jadi, agility ini salah satu cara untuk kita bisa bertransformasi," ujarnya dalam Live Stream Fest, Minggu (05/04/2020).
Ia melanjutkan, krisis saat ini berbeda dengan krisis 1998. Ketika itu semua perusahaan mati gaya karena tidak adanya teknologi layaknya sekarang. "Waktu itu tidak ada teknologi, tidak ada e-commerce, tidak ada rapat zoom, tidak bisa webinar, semua serba linear. Namun, seiring dengan kesulitan muncul kemudahan dan kesempatan, the power of technology itu sangat terasa. Dan kita harus yakin, karena wabah ini tidak akan selamanya," katanya.
Salman juga menekankan untuk berpikir dalam jangka panjang. Artinya, tidak hanya mempersiapkan untuk krisis saat ini, tapi bagaimana mempersiapkan untuk satu tahun ke depan ketika bisnis sudah pulih kembali.
"Hope for the best, prepare for the worst memang selalu berlaku. Misalnya, kampanye yang telah dibuat tidak pas sekali untuk diluncurkan saat Ramadhan. Sedangkan, saat ini kita tidak bisa memproduksi kampanye baru. Makannya kita tambah informasi, kita lakukan modifikasi-modifikasi kecil. Pasti ada saja yang bisa dioptimalkan," tutur dia.
Untuk itu, kata Salman, membangun reputasi perusahaan dan berkomunikasi dengan konsumen menjadi sangat penting. Perusahaan pun mengajak karyawan untuk lebih sering menyapa konsumen, sekalipun harus dihubungi satu-persatu melalui telepon atau WhatsApp. Interaksi manual ini dibutuhkan mengingat tidak semua konsumen dari Paragon bisa menggunakan teknologi seperti platform e-commerce, apalagi industri kosmetik yang saat ini menjadi less priority.
"Teknologi ini dibangun berdasarkan skala prioritas, kita harus punya quick win sembari platformnya kita perbaiki untuk jangka panjang. Selain fokus ke teknologi, kita juga memikirkan apa yang harus kita lakukan ke depan," jelasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka