Langsung ke konten utama

Apa Itu Kehadiran Ekonomi Signifikan?

Apa Itu Kehadiran Ekonomi Signifikan?

DIGITALISASI ekonomi membuat perusahaan dapat memperluas bisnis hingga lintas negara secara online. Transformasi ini mendorong lahirnya perusahaan digital yang memicu perdebatan global di ranah pajak internasional tentang alokasi hak dan kesepakatan realokasi hak perpajakan (nexus).
Pasalnya, aturan pajak internasional saat ini dianggap tidak lagi sesuai karena mensyaratkan kehadiran fisik sebagai dasar untuk dapat memajaki perusahaan. Alhasil, banyak yuridiksi yang terkendala saat ingin memajaki perusahaan digital karena umumnya beroperasi tanpa memerlukan kehadiran fisik.
Merespons tantangan tersebut, pada Februari 2019 OECD merilis dokumen konsultasi publik berjudul Addressing The Tax Challenges of The Digitalisation of The Economy. Dokumen ini memuat berbagai usulan kebijakan perpajakan digital yang dikelompokkan menjadi dua pilar.
Baca Juga: DJP Rilis FAQ Soal Kebijakan Pajak di PMK 23/2020 dan Perpu 1/2020
Pilar pertama memuat kebijakan mengalokasikan lebih banyak laba ke negara tempat pasar berada tanpa memperhatikan ada tidaknya kehadiran fisik. Pilar ini mengusung tiga konsep salah satunya nexus berdasarkan kehadiran ekonomi signifikan. Lalu, apa itu kehadiran ekonomi signifikan?
Konsep Umum
BELUM ada definisi universal yang mendeskripsikan pengertian dari kehadiran ekonomi signifikan. Pasalnya, setiap negara yang tengah mengusulkan atau telah mengaplikasikan konsep ini memiliki format dan implementasi yang berbeda-beda.
Kendati demikian, merujuk pada dokumen konsultasi OECD, kehadiran ekonomi signifikan adalah pendekatan di mana kehadiran pajak pada suatu yurisdiksi akan muncul saat perusahaan nonresiden memiliki keberadaan ekonomi yang signifikan berdasarkan faktor tertentu (OECD, 2019).
Baca Juga: Kerjasama KADIN Indonesia dan DDTC Fiscal Research
Adapun yang dimaksud dengan faktor tertentu adalah faktor yang dapat membuktikan adanya interaksi yang disengaja dan berkelanjutan antara suatu perusahaan dan suatu yurisdiksi melalui ekonomi digital dan cara otomatis lainnya.
Task Force on Digital Economy mengidentifikasi 3 faktor yang harus diperhatikan ketika suatu yuridiksi ingin mengembangkan konsep kehadiran ekonomi signifikan. Faktor identifikasi ini merangkum faktor tertentu yang dapat menjadi patokan untuk pengujian kehadiran ekonomi signifikan (OECD, 2015).
Pertama, faktor berbasis pendapatan. Faktor yang dapat dipertimbangkan dalam basis ini di antaranya adalah jenis transaksi apa yang akan dicakup, berapa tingkat ambang batas pendapatan serta administrasi yang terkait.
Baca Juga: Berbagai Definisi Pajak, Simak di Sini
Kedua, faktor digital. Faktor yang dapat dipertimbangkan dalam basis ini di antaranya seperti nama domain lokal, platform digital lokal, dan opsi pembayaran lokal.
Ketiga, faktor berbasis pengguna. Faktor berbasis pengguna dapat berdasarkan pada data yang mencerminkan tingkat partisipasi seperti jumlah pengguna aktif bulanan, jumlah kontrak online akhir dan volume konten digital yang dikumpulkan melalui platform digital.
Kasus India
INDIA merupakan yurisdiksi yang telah mengadopsi kehadiran ekonomi siginifikan dalam ketentuan domestik. Adopsi itu dilakukan untuk meluaskan pandangan atas bentuk usaha tetap (BUT) agar dapat menjaring wajib pajak luar negeri yang melakukan kegiatan usaha digital tanpa kehadiran fisik di India.
Baca Juga: Destination Principle sebagai Prinsip Utama dalam PPN, Apa Artinya?
Perusahaan asing di India dianggap memiliki kehadiran ekonomi signifikan jika agregat pembayaran transaksi digital pada suatu tahun melebihi jumlah tertentu, atau ada ‘permintaan sistematis dan berkesinambungan’ dari bisnis, atau ‘terjalin interaksi’ digital dengan jumlah pengguna tertentu.
Hal ini berarti India menetapkan dua indikator yang digunakan untuk mengindentifikasi suatu perusahaan memiliki kehadiran ekonomi signifikan, yaitu basis penjualan lokal dan basis jumlah pengguna lokal.
Melalui indikator tersebut, India dapat mengenakan pajak atas aktivitas ekonomi digital perusahaan asing tanpa perlu melihat apakah perjanjian tersebut dibuat di India, ada kepemilikan tempat tetap di India, atau memberikan jasanya di India.
Baca Juga: Prinsip Netralitas Harus Melekat dalam PPN, Apa Maksudnya?
Kasus Indonesia
Indonesia telah mengatur kehadiran ekonomi signifikan melalui Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019. Pasal 7 PP tersebut mengatakan pelaku usaha luar negeri yang aktif melakukan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik pada konsumen di Indonesia, serta memenuhi kriteria tertentu, dianggap telah memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia.
Kriteria tertentu yang dimaksud antara lain jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan/atau jumlah trafik atau pengakses. Ketentuan ‘dianggap memenuhi kehadiran secara fisik’ serta kriteria yang ditetapkan dapat dikatakan mengacu pada konsep kehadiran ekonomi signifikan.
Selain itu, konsep kehadiran ekonomi signifikan kembali disinggung dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2020. Pasal 6 ayat (6) Perpu tersebut menyatakan pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik luar negeri dapat diperlakukan sebagai BUT dan dikenakan pajak penghasilan jika memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.
Baca Juga: Mengungkap ‘Gunung Es’ Politik Kebijakan Pajak Amerika Serikat
Pemerintah menetapkan 3 ketentuan kehadiran ekonomi signifikan yaitu, (i) peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu; (ii) penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau (iii) pengguna aktif media digital di Indonesia sampai jumlah tertentu.
Simpulan
BERDASARKAN penjelasan di atas dapat disimpulkan definisi dari kehadiran ekonomi yang signifikan atau significant economic presence (SEP) adalah usulan untuk melihat keuntungan, baik rutin maupun non-rutin, atau keberadaan pelanggan sebagai titik awal untuk mendefinisikan BUT. Konsep SEP ini dengan sendirinya memperluas definisi BUT yang sebelumnya hanya mempersyaratkan kehadiran fisik. (Bsi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka