Salah satu pelaku industri tekstil, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) juga turut merasakan tantangan yang mendera industri tersebut. Masa-masa tersulit sempat dialami oleh perusahaan ini sejak Februari hingga Juli 2020 lalu tatkala pandemi Covid-19 membuat seluruh dunia mengerem kegiatan ekonominya.
Sesudah itu, bisnis POLY sebenarnya mulai membaik. Namun, emiten ini kembali menghadapi tantangan berupa naiknya harga bahan baku tekstil seiring melonjaknya harga minyak dunia di awal 2021. Dalam kondisi ini pun perusahaan tersebut tidak bisa leluasa menaikkan harga jual produknya.
“Harga bahan baku rata-rata naik 30%, tapi kami tidak naikkan harga setinggi itu, meski harus mengorbankan marjin. Kami paham kondisi dalam negeri belum pulih benar,” tutur Head of Corporate Communications and Public Relations POLY Prama Yudha Amdan, Kamis (25/3).
Manajemen POLY memilih fokus mempersiapkan diri menyambut momentum bulan puasa dan Lebaran. Di momen tersebut, permintaan terhadap produk TPT biasanya akan meningkat terlepas masih berlangsungnya pandemi Covid-19. Lantas, POLY masih menargetkan pendapatan sebesar US$ 350 juta pada tahun 2021.
“Kami fokus untuk mengedepankan produk bernilai tambah yang melebihi komoditas,” ujar Prama.
Dia juga berharap di tengah tantangan harga bahan baku yang meninggi, terdapat insentif tambahan yang diberikan oleh pemerintah untuk industri tekstil, misalnya terkait kemudahan tagihan listrik ataupun logistik.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Iswardeni menyebut, pandemi Covid-19 tentu menekan segala sektor industri, termasuk tekstil. Apalagi, lebih dari 95% pendapatan PBRX berasal dari ekspor garmen. Namun, ia mengaku saat ini penjualan ekspor PBRX sudah kembali normal.
“Pembeli sudah menempatkan order seperti sebelum pandemi. Bahan baku juga tidak menjadi masalah,” ujarnya.
Dukungan tim pengembangan produk yang solid dinilai membuat PBRX selalu siap beberapa langka di depan. Perusahaan ini juga mengutamakan inovasi, keunggulan kualitas, dan kecepatan pengiriman untuk mendongkrak penjualan.
Iswardeni berpendapat, pelaku industri tekstil saat ini membutuhkan insentif untuk mendorong pertumbuhan kinerja. Salah satunya berupa fleksibulitas pemberian pinjaman modal kerja dengan spread suku bunga yang diatur dalam rentang tertentu dari tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI).
Adapun Direktur Independen PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) Mandeep Singh menyampaikan, pandemi Covid-19 sempat membuat pihaknya kesulitan menjual produk ke berbagai tempat seperti mal atau pusat perbelanjaan lainnya. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor ERTX juga melakukan karantina wilayah sehingga tidak bisa diakses.
“Terjadi lockdown di AS dan Jepang yang merupakan negara ekspor utama kami, sehingga permintaan turun,” imbuh dia dikutip dari risalah paparan publik ERTX, 27 Maret 2021.
Kendati begitu, berkat diversifikasi produk seperti celana pendek, celana panjang, denim, chino, dan sebagainya, ERTX masih bisa bertahan di tengah berbagai kesulitan hingga saat ini. Alhasil, ERTX optimistis mampu mencapai target pertumbuhan penjualan 10% di tahun 2021.
https://industri.kontan.co.id/news/industri-tekstil-masih-dibayangi-berbagai-tantangan?page=2
Komentar
Posting Komentar