Langsung ke konten utama

Enam Keterampilan yang Harus Dimiliki Pemimpin di Media Sosial

April 03 2013 | By Sigit Kurniawan

 

Ada istilah menarik yang dirilis McKinsey Quarterly, yakni "Organizational Social-Media Literacy". Istilah ini merujuk pada pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan media sosial untuk kepentingan organisasi maupun perusahaan.

Boleh dibilang saat ini internet, khususnya media sosial, sudah merambah di banyak lini kehidupan masyarakat kontemporer. Mungkin hanya sedikit wilayah dalam bisnis dan masyarakat yang belum tersentuh efek dari Revolusi Media Sosial ini.

Seperti dikatakan Roland Deiser dan Sylvain Newton, keduanya kolumnis McKinsey Quarterly, banyak organisasi saat ini cukup responsif pada realitas baru ini. Mereka mulai menyadari kekuatan dan potensi teknologi kontemporer terhadap hidup organisasi maupun perusahaan. Deiser dan Newton mencontohkan tren penggunaan aneka platform media sosial untuk kepentingan bisnis dan pemasaran. Misalnya, menjadikan media sosial sebagai media percakapan dengan konsumen, berbagi informasi dan pengetahuan, media kampanye merek yang baru, maupun menjadi sarana membangun loyalitas merek di kalangan pelanggan.

Namun, tidak semua petinggi perusahaan maupun organisasi menyadari manfaat media sosial ini. Bahkan, tak jarang, pemimpin organisasi menganggap media sosial sebagai media yang mengancam produktivitas, terlalu beresiko, dan sekadar buang-buang waktu.

Deiser dan Newton melihat hal sebaliknya. Bagi mereka, media baru ini bisa menjadi sarana untuk mengembangkan bisnis dan pemasaran. Mengingat sebagian konsumen saat ini berada di wilayah tersebut. Pemimpin, bagi Desier dan Newton, harus bisa memanfaatkan media sosial ini secara kreatif dan strategis.

Mereka menyebut ada enam dimensi kepemimpinan dalam media sosial. Keenamnya, antara lain:

1. The Leader as Produser

Pemimpin bisa memanfaatkan media sosial sebagai media untuk membagikan konten-konten menarik, entah bagi tim, staf, maupun konsumen. Mereka bisa membagikan aneka konten dalam rupa-rupa media sosial agar bisa lebih cepat dan mendapat respons lebih baik dari audiens. Namun, pemimpin dalam menggunakan ini harus tahu betul konsekuensi ketika terjun ke media sosial ini. Pemimpin harus memiliki sikap dasar, yakni keterbukaan dan kesadaran akan ketidaksempurnaan.

2. The Leader as distributor
Berperan sebagai distributor, pemimpin harus bisa memahami dinamika lintas platform media sosial. Hal-hal positif dan membangun kemudian ia sharingkan ke banyak pihak melalui kanal-kanal yang ada. Selain itu, pemimpin harus bisa membangun dan mempertahankan komunitas followernya.

3. The Leader as recipient
Sebagai bagian dari jaring-jaring informasi melalui media sosial, seorang pemimpin harus bisa meresonansikan pesan-pesan positif melalui reply maupun linking secafra selektif. Selain itu, pemimpin harus memiliki keterampilan filtering terhadap segala tema percakapan tertentu.

4. The Leader as adviser and orchestrator
Berperan sebagai konsultan, pemimpin harus bisa menggerakkan dan mendukung semua komunitas dan penggunaan media sosial.

5. The Leader as architect
Dalam peran ini, pemimpin harus bisa menyeimbangkan akuntabilitas vertikal dan kolaborsi horisontal. Selain itu, pemimpin juga sebaiknya memiliki kemampuan untuk mengembangkan media sosial untuk fungsi-fungsi bisnis yang utama.

6. The Leader as analyst

Pemimpin juga sebaiknya bisa mengambil jarak terhadap media komunikasi di jejaring sosial. Dengan mengambil jarak, misalnya melihat secara makro, pemimpin harus bisa memantau dinamika induustri media sosial. Selain itu, pemimpin harus bisa memahami dampak kultural teknologi, termasuk pada perilaku konsumen.


Build-Access-Manage at dayaciptamandiri.com
T: 62-21-29622097/98
M: 62-8121057533

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka