Ada istilah menarik yang dirilis McKinsey Quarterly, yakni "Organizational Social-Media Literacy". Istilah ini merujuk pada pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan media sosial untuk kepentingan organisasi maupun perusahaan.
Boleh dibilang saat ini internet, khususnya media sosial, sudah merambah di banyak lini kehidupan masyarakat kontemporer. Mungkin hanya sedikit wilayah dalam bisnis dan masyarakat yang belum tersentuh efek dari Revolusi Media Sosial ini.
Seperti dikatakan Roland Deiser dan Sylvain Newton, keduanya kolumnis McKinsey Quarterly, banyak organisasi saat ini cukup responsif pada realitas baru ini. Mereka mulai menyadari kekuatan dan potensi teknologi kontemporer terhadap hidup organisasi maupun perusahaan. Deiser dan Newton mencontohkan tren penggunaan aneka platform media sosial untuk kepentingan bisnis dan pemasaran. Misalnya, menjadikan media sosial sebagai media percakapan dengan konsumen, berbagi informasi dan pengetahuan, media kampanye merek yang baru, maupun menjadi sarana membangun loyalitas merek di kalangan pelanggan.
Namun, tidak semua petinggi perusahaan maupun organisasi menyadari manfaat media sosial ini. Bahkan, tak jarang, pemimpin organisasi menganggap media sosial sebagai media yang mengancam produktivitas, terlalu beresiko, dan sekadar buang-buang waktu.
Deiser dan Newton melihat hal sebaliknya. Bagi mereka, media baru ini bisa menjadi sarana untuk mengembangkan bisnis dan pemasaran. Mengingat sebagian konsumen saat ini berada di wilayah tersebut. Pemimpin, bagi Desier dan Newton, harus bisa memanfaatkan media sosial ini secara kreatif dan strategis.
Mereka menyebut ada enam dimensi kepemimpinan dalam media sosial. Keenamnya, antara lain:

1. The Leader as Produser
Pemimpin bisa memanfaatkan media sosial sebagai media untuk membagikan konten-konten menarik, entah bagi tim, staf, maupun konsumen. Mereka bisa membagikan aneka konten dalam rupa-rupa media sosial agar bisa lebih cepat dan mendapat respons lebih baik dari audiens. Namun, pemimpin dalam menggunakan ini harus tahu betul konsekuensi ketika terjun ke media sosial ini. Pemimpin harus memiliki sikap dasar, yakni keterbukaan dan kesadaran akan ketidaksempurnaan.
2. The Leader as distributor
Berperan sebagai distributor, pemimpin harus bisa memahami dinamika lintas platform media sosial. Hal-hal positif dan membangun kemudian ia sharingkan ke banyak pihak melalui kanal-kanal yang ada. Selain itu, pemimpin harus bisa membangun dan mempertahankan komunitas followernya.
3. The Leader as recipient
Sebagai bagian dari jaring-jaring informasi melalui media sosial, seorang pemimpin harus bisa meresonansikan pesan-pesan positif melalui reply maupun linking secafra selektif. Selain itu, pemimpin harus memiliki keterampilan filtering terhadap segala tema percakapan tertentu.
4. The Leader as adviser and orchestrator
Berperan sebagai konsultan, pemimpin harus bisa menggerakkan dan mendukung semua komunitas dan penggunaan media sosial.
5. The Leader as architect
Dalam peran ini, pemimpin harus bisa menyeimbangkan akuntabilitas vertikal dan kolaborsi horisontal. Selain itu, pemimpin juga sebaiknya memiliki kemampuan untuk mengembangkan media sosial untuk fungsi-fungsi bisnis yang utama.
6. The Leader as analyst
Pemimpin juga sebaiknya bisa mengambil jarak terhadap media komunikasi di jejaring sosial. Dengan mengambil jarak, misalnya melihat secara makro, pemimpin harus bisa memantau dinamika induustri media sosial. Selain itu, pemimpin harus bisa memahami dampak kultural teknologi, termasuk pada perilaku konsumen.
Build-Access-Manage at dayaciptamandiri.com
T: 62-21-29622097/98
M: 62-8121057533
Komentar
Posting Komentar