Langsung ke konten utama

Indonesia Harus Punya Pusat Ekonomi Digital, Ini Alasannya


BANDUNG - Indonesia dinilai perlu bersikap dalam menghadapi gelombang digitalisasi ekonomi yang terjadi saat ini. Tujuannya agar digitalisasi ekonomi di Indonesia tidak dikuasai pihak asing.
"Fenomena digitalisasi ini menurut saya memang sekarang ada di titik yang kita ini perlu bersikap," kata Ketua Umum Asosiasi Digital Enterpreneur Indonesia (ADEI) Handito Joewono dalam Seminar Nasional dan Kongres ISEI XX di Bandung, Kamis (9/8/2018).
Menurutnya, digitalisasi ekonomi di Indonesia tidak bisa dihindari. Sebab, digitalisasi ekonomi sudah terjadi secara global. 
"Kita sedang dalam posisi yang tidak bisa mundur lagi. Kita sudah ada di posisi yang maju terus atau atau ditinggalin orang (negara) lain," ungkapnya.
Saat ini, gelombang digitalisasi ekonomi yang masuk ke Indonesia seolah dibiarkan begitu saja. Itu bisa dilihat dari banyaknya perusahaan asing yang bergerak dalam bidang digitalisasi ekonomi di Indonesia.
"Indonesia nyaris tidak melakukan apapun (untuk mencegahnya)," ucap Handito.
Menurutnya, sebuah keajaiban yang terjadi saat perusahaan-perusahaan di bidang ekonomi digital tetap bertahan. Hal itu karena mereka disokong dana besar dari investor, khususnya investor asing.

"Dengan begitu, bisa ditebak pemain lokal di mana posisinya," cetusnya.
Dia lalu mencontohkan keberadaan perusahaan ekonomi digital yang membuat para pelaku usaha informal bisa memasarkan dagangannya melalui aplikasi online. Sehingga, pelaku usaha formal dan informal bisa bersinergi.
Tapi, di saaat yang sama, di balik itu justru yang menjadi penguasa digital Indonesia sesungguhnya adalah para investor atau perusahaan-perusahaan asing. Pelaku usaha atau investor lokal hanya menjadi bagian kecil.
"Kalau ini dibiarkan terus bablas begini, struktur ekonomi Indonesia akan semakin dikuasai oleh pemain-pemain global. Kelihatannya UKM bisa memanfaatkan (aplikasi) itu, kelihatannya. Tapi dalam praktiknya semua dikuasai oleh pemain dunia," jelas Handito.
Dia pun memberi sejumlah catatan agar dunia ekonomi digital Indonesia tidak dikuasai pihak asing. Indonesia harus mengikuti perkembangan zaman untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan global di bidang ekonomi digital.
Pelaku usaha juga jangan dikuasai oleh digitalisasi. Sebaliknya, digitalisasi harus membuat pelaku usaha menjadi lebih baik.


Ekonomi digital juga harus membuat rakyat Indonesia sejahtera. Unsur keindonesiaan pun harus dipertahankan. Misalnya, perusahaan-perusahaan di bidang digital ekonomi harus tetap sahamnya dimiliki orang Indonesia meski sahamnya kecil.
Handito juga menyarankan, agar pemerintah mengatur berbagai hal terkait digitalisasi ekonomi di Indonesia secara detail. Sehingga, ada aturan dan arah yang jelas agar digitalisasi yang ada tidak kebablasan.

"Ini kalau perlu dibuat regulator. Seperti di negara lain, startup dijaga harus ada saham lokal," tegasnya.

Indonesia pun perlu memiliki digital economy centre. Salah satu tempat yang dinilai layak untuk pengembangan digital economy centre adalah Batam yang menerapkan free trade zone.
Yang tak kalah penting, pemerintah juga harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk menghadapi digitalisasi ekonomi yang semakin berkembang. Sebab, SDM yang ada saat ini dinilai kurang.
"Kalau ada yang mengatakan (SDM di bidang ekonomi digital) cukup, itu cuma nyeneng-nyenengin doang, faktanya kurang," katanya.
"Kita perlu besar-besaran mengembangkan SDM di bidang teknologi supaya Indonesia tidak ketinggalan, tapi bisa jadi pemain utama di digital ekonomi dunia," pungkas Handito.

sumber: https://economy.okezone.com/read/2018/08/09/320/1934097/indonesia-harus-punya-pusat-ekonomi-digital-ini-alasannya?page=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bantu Mudahkan 'Jalan' UMKM, CEO Toko Online Ini Masuk Forbes 30 Under 30

Liputan6.com, Jakarta  Hidup itu adalah pilihan. Dalam pekerjaan atau menjalankan usaha misalnya. Anda bebas memilih, mau bekerja diposisi apa, berbisnis apa, dan bagimana cara menjalankan usaha tersebut. Hal itulah yang setidaknya dilakukan oleh pengusaha muda asal Jakarta, William Sunito. Dia adalah Founder & Chief Executive Officer (CEO) TokoWahab.com Di usia mudanya, bungsu dari tiga bersaudara ini memimpin sekaligus mengelola perusahaan keluarga yang berdiri pada 1957. "Pada akhir 2015 saya kembali dari Amerika ke Indonesia dan memutuskan untuk terjun langsung mengurus perusahaan keluarga saya. Ini memang kemauan saya (untuk mengelola perusahaan) karena saya melihat ada potensi yang besar," jelas William saat berbincang dengan  Tim Liputan6.com  di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (12/2). Ya, berbekal passion dalam dunia bisnis ditambah pengetahuan yang didapat selama kuliah di University of Washington, Amerika Serikat, William mulai menerap

OPINI Cristeddy Asa Bakti: Menentukan Posisi di Era Digitalisasi

REVOLUSI  industri memegang peranan penting dalam  kehidupan manusia. Dimulai dari revolusi industri 1.0 pada abad ke-18 di mana tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin bertenaga uap dampaknya pekerjaan yang sebelumnya di kerjakan manusia terdisrupsi oleh mesin uap. Pada era tersebut muncul pekerjaan baru yaitu sebagai operator mesin uap dan juga manusia yang sebelumnya hanya berfokuskan menggunakan tenaga mulai meningkatkan kompetensi supaya bisa mengoperasikan mesin tersebut. Revolusi industri 2.0 yang terjadi di awal abad ke-20 ditandai dengan kemunculan tenaga listrik. Perubahan dari mesin uap ke mesin bertenaga listrik dikarenakan energi listrik mudah diubah menjadi energi yang lain.  Pada era ini pun juga terjadi disrupsi dan perubahan yaitu mulai bermunculannya pabrik-pabrik untuk pembuatan produk massal dikarenakan mulai diperkenalkan dengan kehadiran “ban berjalan” (konveyor) misalnya: mobil, motor. Dampaknya manusia yang sebelumnya bermata pencaharian petani memi

WEF 2020 Meluncurkan Manifesto Davos untuk Revolusi Industri 4.0

Davos, IDN Times  - Pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (WEF), Profesor Klaus Schwab, meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020).  Klaus yang mencetuskan “Revolusi Industri 4.0” dan menulis buku tentang itu, memberikan judul “Tujuan Universal Sebuah Perusahaan di era Revolusi Industri Ke-4”.  Manifesto diluncurkan bertepatan dengan tahun ke-50 dilakukannya WEF, yang setiap bulan Januari dilaksanakan di Davos, resor ski di pegunungan Alpen, Swiss.  “Tahun 1973, kami mengumumkan Manifesto Davos juga yang menjadi landasan bagi perusahaan untuk beroperasi.  Prinsip-prinsipnya masih relevan dan awet. Tapi, dunia berubah secara dinamis. Saat ini perusahaan global diharapkan menjadi agen perubahan, memainkan peran lebih besar dalam menentukan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya yang mengubah dunia,” kata Klaus. Pendiri WEF ini mengklaim bahwa selama 50 tahun, WEF telah berkontribusi dalam pembangunan global di berbagai bidang. Manifesto Davos 2020 dimaksudka