tirto.id - Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan aturan untuk mengatur transaksi perdagangan lewat sistem elektronik atau e-commerce. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang ditandatangani pada 20 November 2019.
Dalam konsideran beleid tersebut, Jokowi menilai bahwa PP 80 tahun 2019 perlu dikeluarkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,” bunyi Pasal 1 ayat (2) PP tersebut. PP tersebut juga menegaskan bahwa para pihak yang melakukan PMSE harus memperhatikan prinsip iktikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan, serta adil dan sehat.
Perdagangan elektronik dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha, Konsumen,Pribadi, dan instansi penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya disebut para pihak.
Untuk pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau perdagangan kepada konsumen dalam negeri dianggap sebagai objek hukum dan pajak di Indonesia selama memenuhi beberapa ketentuan antara lain: a. jumlah transaksi; b. nilai transaksi; c. jumlah paket pengiriman; dan/atau d. jumlah traffic atau pengakses. PPMSE luar negeri juga wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah hukum Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atasnama Pelaku Usaha dimaksud seperti diatur Pasal 7 ayat (3) PP ini. “Terhadap kegiatan usaha PMSE berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan,” bunyi Pasal 8 beleid itu.
Perizinan PP tersebut juga mengharuskan para pihak dalam PMSE memiliki, mencantumkan atau menyampaikan identitas subyek hukum yang jelas. Sementara setiap PMSE yang bersifat lintas negara wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ekspor atau impor dan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. PP ini menyebutkan, pihak yang melakukan PMSE atas barang dan/atau jasa yang berdampak terhadap kerentanan keamanan nasional harus mendapatkan security clearance dari instansi yang berwenang seperti diatur dalam Pasal 11.
Pelaku usaha diwajibkan pula untuk membantu program Pemerintah antara lain dengan:
a. mengutamakan perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
b. meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; dan
c. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri. Kewajiban lain yang perlu dipenuhi Pelaku PMSE dalam maupun luar negeri sertifikasi kelaikan Sistem Elektronik seperti diatur Pasal 14.
Mereka juga diwajibkan memperoleh izin usaha dalam melakukan perdagangan elektronik. Namun Pemerintah memberikan pengecualian dari kewajiban tersebut jika: a. bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat (beneficiary) secara langsung dari transaksi; atau b. tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan PMSE. Rugikan Konsumen PP ini juga menegaskan, Pelaku PMSE dalam atau luar negeri yang bertransaksi dengan konsumen wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam hal ini, Konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri, dan Pelaku Usaha yang dilaporkan oleh Konsumen yang dirugikan harus menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud. “Pelaku Usaha yang tidak menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan oleh Menteri. Daftar prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud dapat diakses oleh publik,” bunyi Pasal 18 ayat (3,4) PP tersebut.
Menteri juga dapat mengupayakan pengeluaran Pelaku Usaha dari daftar prioritas pengawasan jika:
a. terdapat laporan kepuasan Konsumen;
b. terdapat bukti adanya penerapan perlindungan Konsumen secara patut; atau
c. telah memenuhi persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. PP ini juga menyebutkan, pedagang dalam dan luar negeri yang melakukan PMSE dengan menggunakan sarana yang dimiliki Penyelenggara PMSE dalam atau luar negeri wajib memenuhi syarat dan ketentuan Penyelenggara PMSE sesuai standar kualitas pelayanan yang disepakati dan ketentuan peraturan perundang-undangan. PPMSE dalam negeri dan/atau luar negeri, nantinya wajib mengutamakan menggunakan nama domain tingkat tinggi Indonesia (dot id) bagi Sistem Elektronik yang berbentuk situs internet.
Di samping itu mereka juga harus mengutamakan menggunakan alamat Protokol Internet (IP Address) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menggunakan perangkat server yang ditempatkan di pusat data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta melakukan pendaftaran Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Kewajiban lain yang disyartakan bagi para PPMSE adalah memenuhi ketentuan persyaratan teknis yang ditetapkan, menyampaikan data dan/atau informasi secara berkala kepada BPSk; serta mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral lain yang terkait dengan perizinan kegiatan usaha PMSE. “Jika dalam PMSE terdapat konten informasi elektronik ilegal, maka pihak PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri serta Penyelenggara Sarana Perantara bertanggung jawab atas dampak atau konsekuensi hukum akibat keberadaan konten informasi elektronik ilegal tersebut,” bunyi Pasal 22 ayat (1) PP ini.
PP tersebut juga mengatur ketentuan untuk menghindari atau merespon adanya konten informasi elektronik ilegal. PPMSE dalam negeri dan/atau luar negeri wajib menyimpan data dan informasi PMSE yang terkait dengan transaksi keuangan dalam jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak data dan informasi diperoleh; serta data dan informasi PMSE yang tidak terkait dengan transaksi keuangan dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak data dan informasi diperoleh. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna A. Laoly pada 25 November 2019.
Baca selengkapnya di artikel "Jokowi Teken PP 80/2019 tentang Perdagangan Elektronik", https://tirto.id/emQg
Dalam konsideran beleid tersebut, Jokowi menilai bahwa PP 80 tahun 2019 perlu dikeluarkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,” bunyi Pasal 1 ayat (2) PP tersebut. PP tersebut juga menegaskan bahwa para pihak yang melakukan PMSE harus memperhatikan prinsip iktikad baik, kehati-hatian, transparansi, keterpercayaan, akuntabilitas, keseimbangan, serta adil dan sehat.
Perdagangan elektronik dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha, Konsumen,Pribadi, dan instansi penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya disebut para pihak.
Untuk pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau perdagangan kepada konsumen dalam negeri dianggap sebagai objek hukum dan pajak di Indonesia selama memenuhi beberapa ketentuan antara lain: a. jumlah transaksi; b. nilai transaksi; c. jumlah paket pengiriman; dan/atau d. jumlah traffic atau pengakses. PPMSE luar negeri juga wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah hukum Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atasnama Pelaku Usaha dimaksud seperti diatur Pasal 7 ayat (3) PP ini. “Terhadap kegiatan usaha PMSE berlaku ketentuan dan mekanisme perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan,” bunyi Pasal 8 beleid itu.
Perizinan PP tersebut juga mengharuskan para pihak dalam PMSE memiliki, mencantumkan atau menyampaikan identitas subyek hukum yang jelas. Sementara setiap PMSE yang bersifat lintas negara wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ekspor atau impor dan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. PP ini menyebutkan, pihak yang melakukan PMSE atas barang dan/atau jasa yang berdampak terhadap kerentanan keamanan nasional harus mendapatkan security clearance dari instansi yang berwenang seperti diatur dalam Pasal 11.
Pelaku usaha diwajibkan pula untuk membantu program Pemerintah antara lain dengan:
a. mengutamakan perdagangan Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri;
b. meningkatkan daya saing Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri; dan
c. PPMSE dalam negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi Barang dan/atau Jasa hasil produksi dalam negeri. Kewajiban lain yang perlu dipenuhi Pelaku PMSE dalam maupun luar negeri sertifikasi kelaikan Sistem Elektronik seperti diatur Pasal 14.
Mereka juga diwajibkan memperoleh izin usaha dalam melakukan perdagangan elektronik. Namun Pemerintah memberikan pengecualian dari kewajiban tersebut jika: a. bukan merupakan pihak yang mendapatkan manfaat (beneficiary) secara langsung dari transaksi; atau b. tidak terlibat langsung dalam hubungan kontraktual para pihak yang melakukan PMSE. Rugikan Konsumen PP ini juga menegaskan, Pelaku PMSE dalam atau luar negeri yang bertransaksi dengan konsumen wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam hal ini, Konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada Menteri, dan Pelaku Usaha yang dilaporkan oleh Konsumen yang dirugikan harus menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud. “Pelaku Usaha yang tidak menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan oleh Menteri. Daftar prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud dapat diakses oleh publik,” bunyi Pasal 18 ayat (3,4) PP tersebut.
Menteri juga dapat mengupayakan pengeluaran Pelaku Usaha dari daftar prioritas pengawasan jika:
a. terdapat laporan kepuasan Konsumen;
b. terdapat bukti adanya penerapan perlindungan Konsumen secara patut; atau
c. telah memenuhi persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. PP ini juga menyebutkan, pedagang dalam dan luar negeri yang melakukan PMSE dengan menggunakan sarana yang dimiliki Penyelenggara PMSE dalam atau luar negeri wajib memenuhi syarat dan ketentuan Penyelenggara PMSE sesuai standar kualitas pelayanan yang disepakati dan ketentuan peraturan perundang-undangan. PPMSE dalam negeri dan/atau luar negeri, nantinya wajib mengutamakan menggunakan nama domain tingkat tinggi Indonesia (dot id) bagi Sistem Elektronik yang berbentuk situs internet.
Di samping itu mereka juga harus mengutamakan menggunakan alamat Protokol Internet (IP Address) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menggunakan perangkat server yang ditempatkan di pusat data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta melakukan pendaftaran Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Kewajiban lain yang disyartakan bagi para PPMSE adalah memenuhi ketentuan persyaratan teknis yang ditetapkan, menyampaikan data dan/atau informasi secara berkala kepada BPSk; serta mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sektoral lain yang terkait dengan perizinan kegiatan usaha PMSE. “Jika dalam PMSE terdapat konten informasi elektronik ilegal, maka pihak PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri serta Penyelenggara Sarana Perantara bertanggung jawab atas dampak atau konsekuensi hukum akibat keberadaan konten informasi elektronik ilegal tersebut,” bunyi Pasal 22 ayat (1) PP ini.
PP tersebut juga mengatur ketentuan untuk menghindari atau merespon adanya konten informasi elektronik ilegal. PPMSE dalam negeri dan/atau luar negeri wajib menyimpan data dan informasi PMSE yang terkait dengan transaksi keuangan dalam jangka waktu paling singkat 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak data dan informasi diperoleh; serta data dan informasi PMSE yang tidak terkait dengan transaksi keuangan dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun terhitung sejak data dan informasi diperoleh. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna A. Laoly pada 25 November 2019.
Baca selengkapnya di artikel "Jokowi Teken PP 80/2019 tentang Perdagangan Elektronik", https://tirto.id/emQg
Komentar
Posting Komentar